Jaringan internet yang semakin memadai, ditambah meningkatnya gaya hidup modern yang cenderung konsumtif menjadikan industri e-dagang (e-commerce) kian melesat. Tak berlebihan apabila pada 2025, pertumbuhan perdagangan secara daring diproyeksikan mampu menembus angka 150 miliar dollar AS.
Sebuah riset yang diprakarsai oleh Asosisasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengungkapkan, pada 2016, terdapat sekitar 63,5 persen atau 84,2 juta orang di Indonesia memanfaatkan internet sebagai sarana untuk berbelanja. Ini menjadi gambaran, dunia digital tak sekadar memudahkan orang dalam menjalankan aktititas sehari-haris seperti menyelesaikan tugas kantor, tetapi juga kian memudahkan masyarakat dalam berbelanja.
Sementara itu, generasi millenial disebut-sebut sebagai salah satu pendorong tingginya jumlah transaksi secara daring. Sifat konsumtif, gemar berbelanja, dan mudah tergiur dengan barang-barang mewah menjadikan generasi kian disasar oleh para produsen dan penjual berbasis online.
Meningkatnya jumlah toko daring yang menawarkan jenis barang beragam, menuntut para pelaku industri tersebut untuk terus berinovasi, baik secara konten maupun visual. Ini untuk menjawab kebiasaan masyarakat yang lebih mengutamakan kepraktisan, kecepatan, dan visual menarik dan dinamis.
OLX menjadi salah satu toko daring yang terus melihat perkembangan pasar. Situs web iklan baris online yang menawarkan berbagai jenis barang bekas ini menghadirkan The All New OLX sebagai jawabannya.
Chief Executive Officer OLX Indonesia Daniel Tumiwa menjelaskan, masyarakat mobile, terutama para perempuan dan generasi milenial, lebih tertarik terhadap sesuatu yang bersifat visual. Oleh karena itu, pihaknya terus mengembangkan platform yang mampu menyasar pada kalangan tersebut.
“Perubahan ini tentunya dilakukan untuk kemajuan bisnis OLX, dan memberikan manfaat maksimal kepada para pengguna, baik lama dan baru,” ujar Daniel. Implementasi dari perubahan tersebut berbentuk aplikasi The All New OLX pada aplikasi mobile berbasis Android.
Aplikasi baru tersebut menonjolkan konsep hyperlocal, hypersimple, C2C, dan trust. Bila diamati, gerai ini memiliki halaman muka lebih ringkas dan dilengkapi visual menarik. Barang yang ditampilkan adalah barang-barang terdekat yang banyak dijual di tengah-tengah masyarakat sehingga calon pembeli dan penjual dapat bertransaksi dengan lebih praktis.
Berrybenka, salah satu gerai fashion berbasis daring juga terus berinovasi. Di antaranya dengan memperkenalkan strategi omni-channel, yakni perpaduan kenyamanan berbelanja secara daring dan offline melalui 14 pop-up store yang tersebar di berbagai tempat di Indonesia.
Toko yang menjual lebih dari 1.500 merek lokal dan internasional tersebut juga telah mengembangkan layanan baru kepada masyarakat melalui chat commerce yang memungkinkan pelanggan berbelanja melalui aplikasi chat seperti Whatsapp, Line, Facebook messenger, dan live chat.
Kenaikan
Pertumbuhan e-dagang juga dirasakan oleh Bukalapak, yang mencatatkan peningkatan transaksi signifikan. Tercatat nilai transaksi harian pada 2014 sebesar Rp 500 juta, setahun berselang meningkat menjadi Rp 7 miliar. Dan pada 2016, transaksi hariannya mampu mencapai Rp 50 miliar. Sedangkan pada perayaan Hari Belanja Nasional (12–14 Desember 2016) menembus Rp 300 miliar.
”Kami melihat gairah berbelanja daring pada 2016 masih kurang karena kondisi ekonomi Indonesia yang kurang bagus. Kami berharap kondisi perekonomian tahun 2017 lebih baik sehingga nilai transaksi akan meningkat lebih tajam,” ujar Co-Founder dan CEO Bukalapak Achmad Zaky.
Toko daring dengan model bisnis consumer-to-consumer (C2C) ini tetap mempertahankan visi membina pelaku UMKM pada 2017. Hingga akhir 2016, jumlah pelapak mencapai 1,3 juta unit. Angka tersebut jauh melesat jika dibandingkan saat pertama berdiri (2010), yakni hanya ada ratusan pelapak.
Terkait meningkatnya pola berbelanja berbasis daring, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengajak industri kecil menengah turut memanfaatkan peluang tersebut. ”Kami mendorong mereka terjun ke daring agar dapat menjangkau pasar lebih besar. Kami mengusulkan plafon kredit usaha rakyat bisa diperbesar dari Rp 25 juta jadi Rp 100 juta. Tujuannya, membantu pembiayaan pelaku industri kecil menengah dan wirausaha di bidang digital,” katanya (Kompas, Rabu, 11/1/2017).
Barang yang dijual di gerai-gerai daring juga menjadi perhatian serius pemerintah. Untuk itu, dalam rangka melindungi pemilik platform e-dagang dan konsumen, Kementerian Komunikasi dan Informatika mengeluarkan Surat Edaran Nomor 5 Tahun 2016 tentang Batasan dan Tanggung Jawab Penyedia Platform dan Pedagang (Mercant) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang Berbentuk User Generated Content. [BYU]