Industri kreatif saat ini mampu tampil dengan cepat menjadi generator pendapatan penting yang menopang perekonomian negara. Bergulirnya industri kreatif di ranah bisnis beberapa tahun belakangan ini, memunculkan para wirausaha baru dengan usia muda, 21–35 tahun.
Sebagai usahawan muda dan “lebih dekat” dengan kehidupan berteknologi saat ini, kehadiran mereka menjadi tunas harapan untuk semakin memajukan industri kreatif. Kombinasi antara wirausaha dan teknologi saat ini dikenal dengan nama technopreneur.
Dilihat dari asal katanya, technopreneur merupakan penggabungan dari teknologi dan entrepeneur. Technopreneur mengandung makna tentang bagaimana cara pemanfaatan teknologi yang sedang berkembang pesat untuk dijadikan sebagai peluang usaha.
Entrepreneur sendiri mengandung arti seseorang atau badan usaha yang mengelola usaha dengan keberanian untuk mengambil risiko guna mencapai keuntungan dan pertumbuhan dengan cara mengidentifikasi peluang yang ada.
Teknologi di masa sekarang menjadi salah satu peluang. Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa technopreneur adalah entrepreneur yang mengoptimalkan berbagai potensi perkembangan teknologi sebagai basis pengembangan usaha yang dijalankannya. Bisa pula disebut technopreneur merupakan entrepreneur modern yang berbasis pada teknologi dalam menjalankan usahanya.
Dengan memanfaatkan teknologi, para technopreneur membuat barang atau jasa yang mereka kelola menjadi lebih efisien dalam hal biaya dan waktu. Hal ini tentu akan menambah profit tersendiri.
Salah satu technopreneur ternama di dunia saat ini adalah Mark Zuckerberg. Melalui teknologi jaringan sosial berbasis web, yakni Facebook, Mark menjadi orang terkaya kelima di dunia. Selain Mark ada pula Bill Gates (Microsoft), Jeff Bezos (Amazon), dan Sergey Brin (Google). Indonesia sudah memiliki beberapa technopreneur muda dan sukses, antara lain Ferry Unardi yang adalah co-founder dan CEO Traveloka serta Achmad Zaky pendiri Bukalapak.
Sejak dini
Peluang masa depan yang cerah dengan menjadi technopreneur membuat beberapa pihak mulai berkonsentrasi dengan menghadirkan pendidikan terkait hal ini. Di Indonesia, hadir Clevio Coder Camp. Fokus dalam pendidikan kursus pemrograman edu-game. Visi Clevio, salah satunya melatih anak-anak untuk mampu berwirausaha melalui karya game digital yang mereka buat.
Karya game digital siswa-siswi tidak hanya untuk dimainkan sendiri, tetapi untuk dijual. Di akhir kurikulum dari setiap level, seluruh keluarga dan kerabat diundang menghadiri presentasi product launching game perdana mereka. Produk game mereka bisa dijual dalam bentuk CD, Android app di Google Play Store, bahkan di toko game online buatan mereka sendiri.
Ada pula Surya University. Kampus ini mendirikan program studi (prodi) Technopreneurship yang pertama di Indonesia dan Center for Technopreneurship and Innovation (CTI). Ini adalah sebuah center of excellence of interdiciplinary yang mengembangkan kreativitas dan inovasi bisnis berbasis teknologi yang ramah lingkungan.
CTI dan Prodi Technopreneurship memiliki kesatuan misi, yaitu untuk mengembangkan, mempromosikan, dan memelihara semangat kreativitas, inovasi, dan kewirausahaan untuk melatih para technopreneur muda demi terciptanya usaha bisnis berkelanjutan berbasis teknologi efisien dan ramah lingkungan. Selain itu, untuk menciptakan inisiatif bagi pengembangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) berbasis teknologi dan inovasi di daerah-daerah.
Dengan demikian, diharapkan dalam 5-10 tahun ke depan, Indonesia telah memiliki banyak technopreneur yang mampu memajukan industri kreatif Nusantara. [*/ACH]
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 22 Mei 2017
Foto Shutterstock.