Pagi ini, Rere bersama dengan Raka, Aby, dan Farah berencana untuk melihat matahari terbit di Pantai Mandalika, salah satu pantai yang berada di Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Mereka berangkat dari tempat penginapan menuju pantai ditemani olah salah satu pemandu wisata di sana, Paman Yudi, dengan berjalan kaki melewati jalan raya yang masih sepi.
“Nah, sekarang, kalian sudah sampai, lihat mataharinya mulai muncul!” kata Paman Yudi sambil menunjuk ke arah munculnya matahari.
“Waaah!” seru Rere, Raka, Aby dan Farah bersamaan. Mereka tampak sangat terpesona dengan keindahan langit saat matahari terbit di pantai tersebut.
Pagi itu, di Pantai Mandalika sudah ramai pengunjung.
“Indah sekali ya, teman-teman!” kata Rere dengan perasaan gembira.
“Iya, kalau bisa, aku ingin melihat matahari terbit setiap hari di pantai ini!” tanggap Aby.
“Oh iya, kalian mau tahu tidak, sejarah nama Mandalika, yang menjadi nama dari pantai ini?” tanya Paman Yudi kemudian.
Keempat sahabat itu hanya mengangguk.
“Nama Mandalika berasal dari cerita rakyat Suku Sasak yang merupakan penduduk asli Lombok. Diceritakan ada putri yang cantik dan baik hati bernama Putri Mandalika. Semakin dewasa, semakin banyak pemuda dan pangeran yang jatuh hati pada sang putri dan ingin menikahi sang putri.
Ayah Putri Mandalika menyerahkan keputusan secara penuh kepada sang putri. Kemudian Putri Mandalika bersemadi terlebih dahulu sebelum memberi keputusan. Setelah bersemadi, sang putri memutuskan untuk menjatuhkan dirinya ke laut, agar tidak terjadi perpecahan, lalu sang putri hilang di tengah ombak. Jadi, nama Mandalika ini berasal dari nama putri tersebut,” jelas Paman Yudi panjang lebar.
“Lalu apa saja keunikan Pantai Mandalika ini, Paman?” tanya Raka kemudian.
“Coba lihat pasirnya!” kata Paman Yudi sambil menunjuk pasir di bawah mereka.
Rere, Raka, Aby, dan Farah segera berjongkok untuk memperhatikan pasir Pantai Mandalika. Barulah mereka sadar bahwa pasir di Pantai Mandalika sangat unik. Pasirnya berwarna putih dengan tekstur yang halus. Selain halus pasir di pantai ini, ada yang berukuran seperti merica. Orang-orang menyebutnya pasir merica.
“Keren banget! Warnanya putih, Paman!” seru Aby sambil mendongak melihat Paman Yudi yang menjawab dengan mengangguk.
“Oh iya, satu lagi! Air laut di pantai ini jernih lho!” lanjut Paman Yudi.
“Pantai ini benar-benar Keren! Aku senang bisa berwisata ke sini,” kata Rere sambil melihat ke dalam air laut yang jernih.
“Kalian mau naik ke atas bukit?” tanya Paman Yudi, sambil menunjuk bukit di sekitar pantai yang tidak terlalu tinggi sehingga mudah didaki.
“Mau!” sahut Rere, Raka, Aby, dan Farah dengan penuh semangat.
“Ayo, ikuti Paman!” kata Paman Yudi penuh semangat.
Kemudian mereka bersama-sama menuju bukit dengan berjalan sambil mengobrol. Setelah sampai, mereka duduk di atas bukit dan menikmati pemandangan Pantai Mandalika yang sangat menarik.
Sungguh luar biasa karunia Tuhan Yang Mahakuasa yang telah menganugerahkan Indonesia tempat-tempat yang sangat indah seperti di Mandalika ini. Rere merasa sangat bersyukur bisa menikmati keindahan karunia Tuhan tersebut. Ia juga tambah mencintai negeri kelahirannya tercinta ini. *
Penulis: Nurul Ramadhanty
Pendongeng: Paman Gery (instagram: paman_gery)
Ilustrasi: Regina Primalita