Hilan merupakan seekor anak hiu yang tinggal di perairan Teluk Kao di Halmahera Utara, Maluku Utara.

Ia tinggal di balik terumbu karang di kedalaman dasar laut, mulai 2 meter hingga 15 meter. Warna tubuhnya cokelat muda dengan totol-totol cokelat tua dan putih berselang-seling di tubuhnya.

Hari ini, Hilan pergi bermain dengan teman-temannya.

“Hilan, kenapa kamu tidak berenang seperti ikan biasanya? Kenapa kamu berjalan seperti Kaka kadal?” tanya Mimi cumi.

“Kamu tidak bisa berenang? Tubuhmu juga sangat kecil, tidak seperti ikan hiu yang lain,” timpal Kiku udang.

“Caraku berenang memang begini,” jawab Hilan.

“Kamu memang hiu aneh!” kata Iko ikan.

Mimi cumi, Kiku udang, dan Iko ikan tertawa. Hilan ingin menangis mendengar kata-kata temannya itu.

“Kenapa kalian menertawakan Hilan?” tanya Kubi si kuda laut yang baru datang.

“Karena Hilan itu aneh, Kubi. Dia tidak bisa berenang, tetapi dia berjalan. Bukannya semua hiu itu pandai berenang?” kata Mimi cumi.

“Kita masing-masing mempunyai cara untuk bergerak, kan?” kata Kubi kuda laut.

“Ho-ho. Ada apa ini? Kenapa kalian ramai sekali,” tanya Paman Pipo hiu yang kebetulan lewat.

“Begini Paman Pipo. Mimi, Kiku, dan Iko menertawakan cara berenang Hilan. Kata mereka aneh, karena Hilan tidak berenang, tapi berjalan, tidak seperti hiu-hiu yang lain,” jawab Kubi si kuda laut.

Paman Pipo hiu mengernyitkan dahinya.

“Begini, ketika bergerak, Hilan menggunakan empat sirip di kedua sisi tubuhnya sehingga terlihat seperti berjalan. Dia berenang merayap di dasar laut yang berpasir atau berbatu. Nah, keunikan itu ada pada hiu berjalan,” jelas Paman Pipo hiu.

“Kalian juga perlu tahu, keluarga Hilan merupakan hasil evolusi dari spesies hiu yang berlangsung selama 9 juta tahun. Oleh karena itu, hiu berjalan merupakan spesies hiu termuda yang berhasil melakukan evolusi,” kata Paman Pipo hiu.

“Nah, Hilan. Kamu bukan hiu yang aneh. Kamu hiu yang istimewa,” kata Paman Pipo.

Hilan tersenyum. Matanya berbinar-binar. Kubi, Mimi, Kiku, dan Iko mengangguk-angguk mendengarkan penjelasan paman Pipo.

“Kita juga tidak boleh membeda-bedakan teman, kan, Paman Pipo? Karena kita masing-masing pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan,” tanya Kubi si kuda laut.

“Benar sekali, Kubi. Kita diciptakan Tuhan dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kita harus bersyukur dengan apa yang kita miliki,” tegas Paman Pipo.

Mimi cumi, Kiku udang, dan Iko ikan merasa bersalah kepada Hilan. “Maafkan kami, Hilan. Sekarang, kami sadar, perbuatan kami salah. Kamu mau kan memaafkan kami?” kata Mimi. Kiku dan Iko juga meminta maaf.

Hilan mengangguk. Dipeluknya ketiga temannya itu. *

*

logo baru nusantara bertutur

Oleh Tim Nusantara Bertutur

Penulis: Fitri Kurnia Sari

Ilustrasi: Regina Primalita
Penutur: Paman Gery (@paman_gery)