Globalisasi adalah keniscayaan yang harus ditanggapi dengan tenang dan tidak gegabah. Salah satu yang sudah berjalan lebih dari satu tahun terakhir ini adalah integrasi ekonomi dalam bentuk perdagangan bebas antarnegara kawasan Asia Tenggara yang disebut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

ASEAN adalah sebuah komunitas atau organisasi internasional terdiri atas negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang mempunyai maksud dan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, pengembangan budaya negara anggotanya, memajukan perdamaian, dan meningkatkan stabilitas regional (ASEAN). Ini merupakan tiga pilar yang menjadi landasaan dari ASEAN itu sendiri.

MEA yang digagas sejak 2003 dihadirkan dalam deklarasi yang disebut dengan Bali Summit, telah resmi diberlakukan sejak akhir 2015. Presiden Joko Widodo pada November 2015 di Kuala Lumpur, Malaysia, mengungkapkan, “Kalau dilihat, dihitung dari semua hal yang semua negara juga menghitungnya, kita 94,1 persen. Artinya, mau tidak mau harus siap.”

Dengan terbentuknya kawasan ekonomi terintegrasi di wilayah Asia Tenggara yang dikenal dengan istilah MEA atau ASEAN Economic Community (AEC), Indonesia dan sembilan anggota ASEAN lainnya memasuki persaingan yang sangat ketat di bidang ekonomi. Pada dasarnya, MEA merupakan wadah yang sangat penting bagi kemajuan negara-negara ASEAN dalam mewujudkan kesejahteraan sehingga keberadaannya harus disikapi dengan positif. Dan, diharapkan negara-negara di kawasan Asia Tenggara bisa berkompetisi dan bisa menempatkan ASEAN masuk ke pasar terbesar di dunia.

Namun, masih banyak keraguan dengan diterapkannya MEA di Indonesia. Keraguan itu muncul karena masih banyak masyarakat Indonesia yang belum memahami apa itu MEA. SDM yang dimiliki Indonesia pun masih belum mampu bersaing dengan SDM negara lain, terutama dengan Malaysia dan Singapura. Belum lagi tentang mentalitas masyarakat Indonesia yang dinilai masih rendah, ditambah perilaku konsumtif masyarakat Indonesia yang tinggi.

Keraguan lainnya, yakni regulasi bisnis di Indonesia atas perlindungan pemerintah terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights) dan penguatan usaha kecil dan menengah (UKM) yang membuat barang-barang lokal lemah dalam bersaing. Apabila keraguan itu terus berlanjut tanpa adanya perubahan maupun peningkatan kualitas, masyarakat Indonesia akan tertinggal dan kalah saing dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya.

Sebetulnya masih ada jalan bagi Indonesia dalam mempersiapkan diri sebagai salah satu negara yang siap bersaing dengan negara lainnya di kawasan Asia Tenggara. Yakni fokus dalam mengembangkan sektor investasi dan SDM. Di sektor investasi, Indonesia memiliki potensi cukup besar. Indonesia diprediksi akan mudah untuk meningkatkan masuknya Foreign Direct Investment (FDI). Masuknya FDI ini bakal mampu memicu pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui perkembangan teknologi, penciptaan lapangan kerja, dan pengembangan SDM.

Indonesia menjadi negara favorit sebagai tujuan investor karena tingkat kebutuhan akan barang dan jasa yang tinggi serta jumlah populasi yang juga tinggi.

Di bidang ini, banyak sekali para pengusaha yang melirik investasi, termasuk properti. Sebagai lahan investasi yang sangat potensial, masyarakat Indonesia bisa mengambil kesempatan emas tersebut untuk memanfaatkan aliran modal asing.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lisbet memperlihatkan bahwa sektor pariwisata mempunyai peran yang signifikan dalam mengembangkan ekonomi kreatif di ASEAN. Ekonomi kreatif dapat menjadi salah satu kunci bagi industri pariwisata dalam mencapai sasarannya, seperti peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara, dan peningkatan jumlah penerimaan devisa dari wisatawan mancanegara.

Dilihat dari sisi SDM, Indonesia juga memiliki peluang yang besar karena dengan jumlah penduduk yang dimiliki akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja apalagi jika mereka telah mempunyai kompetensi yang mumpuni. Hal ini juga menjadi peluang bagi para pelaku usaha untuk mencari tenaga kerja yang anda untuk dapat bersaing di level Asia Tenggara.

Setidaknya ada empat hal yang dapat membantu Indonesia dalam menghadapi MEA. Pertama, MEA memberi banyak keuntungan yang bisa didapat seorang individu. Kedua, peningkatan produktivitas. Ketiga, kesadaran akan peningkatan mutu SDM. Terakhir, kesadaran akan peningkatan infrastruktur dan sarana pendukung yang memadai.

Oleh Gilang Reno Prakoso
Mahasiswa S-2 Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia