Aryo gowes berbekal Google Maps. Ia sudah tidak sabar ingin melihat Kandang Menjangan. Selama ini, ia mengetahui tentang Kandang Menjangan dari dongeng ayahnya dan majalah maupun internet.
“Konon, Kandang Menjangan itu tempat berburu para raja Kerajaan Mataram Islam. Tempat itu berada di sebuah hutan,” dongeng ayahnya yang selalu ia ingat.
Arya tak sendiri, di tengah perjalanan, ia bertemu dengan para pegowes.
“Mau gowes ke mana, Dek?” sapa salah seorang dari rombongan pegowes saat berhenti di simpang empat Plengkung Gading.
“Ke tempat raja berburu menjangan,” sahut Arya.
“O, Kandang Menjangan,” sahut salah satu dari mereka geli karena tempat itu kini bukan lagi sebagai tempat berburu.
“Ya, benar. Tante tahu tempatnya?” tanya Arya dengan mata yang berbinar-binar.
“Tahu dong, kebetulan kami juga mau ke sana. Mau ikut?” sahut ketua rombongan yang pesertanya sebagian besar ibu-ibu dan anak-anak seusia Arya.
Dengan senang hati, Arya mengikuti mereka. Dari Plengkung Gading, mereka menuju ke arah selatan. Jalannya cukup halus. Sangat nyaman untuk gowes.
Namun, tak jauh dari Kandang Menjangan, Arya dikejutkan dengan rombongan orang bersarung. Mereka berjalan beriringan menyeberangi jalan.
“Siapa mereka?” tanya Arya penasaran.
“Mereka adalah santri Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak,” terang pegowes yang berjalan di sebelah Arya.
Arya mengangguk pelan.
“Finis!” teriak ketua rombongan.
Mereka segera memarkir sepedanya. Lalu foto-foto di seputar bangunan yang berdiri kokoh di tengah jalan.
Arya terkagum-kagum melihat bangunan yang disebut sebagai Kandang Menjangan tersebut.
Ketua rombongan yang menyapanya tadi mendekati Arya.
“Ya, inilah Kandang Menjangan. Lihat bangunannya besar, tinggi, dan kokoh.”
“Tapi, tapi, mana menjangannya? Hutannya juga tidak ada?”
“He-he-he…ratusan tahun yang lalu, tempat ini berupa hutan belantara. Agar memudahkan raja berburu menjangan, dibuatlah bangunan ini. Kandang Menjangan didirikan oleh Pangeran Mangkubumi.“
“Ehm, kenapa masih dipertahankan gedungnya? Kan, sudah tidak berfungsi, malah menganggu lalu lintas?” tanya Arya.
“Nak, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya. Dari bangunan ini, kita bisa tahu bagaimana kehidupan orang-orang zaman dahulu.”
Arya mengangguk-anggukkan kepalanya. Bersama para pegowes, Arya ikut foto bersama. Foto ini pun akan menjadi saksi sejarah hidupnya.*
Penulis: Acep Yonny
Pendongeng: Kang Acep (Youtube: Dongeng Kang Acep)
Ilustrasi: Regina Primalita