Dunia dan ekosistem Web3 yang masih di tahap awal ini masih akan terus berkembang dan mencari bentuknya. Dari berbagai acara adu gagasan di Utopia Blok:verse, hari Sabtu (26/11) kemarin di JCC Senayan, tim NFT Kompas mencoba mengambil pembelajaran penting mengenai bagaimana ruang ini akan berkembang berikutnya.
Pada sesi pertama, tim NFT Kompas yang diwakili Cecilia Gandes, mendapat kesempatan untuk bergabung dalam sesi diskusi mengenai Web3 bertajuk “What is Web3”. NFT Kompas bergabung bersama panelis lain, yaitu Mario dan Kennoi.
Melalui sesi ini, gagasan mengenai apa itu Web3 dan pemanfaatannya coba diulas dari perspektif masing-masing panelis. Kennoi, misalnya, mengungkapkan bahwa dalam kondisi saat ini, Web3 itu bukan mengenai uang, tetapi berjejaring.
“Web3 memungkinkan kita menjangkau jaringan yang normalnya di Web2 membutuhkan koneksi atau effort,” kata Kennoi. Kondisi pasar yang dibilang sebagai “bear market” ini juga perkiraannya baru akan pulih paling cepat 2-3 tahun lagi. Tetapi hal itu sebaiknya tidak mencegah orang untuk bereksplorasi mengenai pemanfaatan Web3.
“Kami juga mengajak media untuk turut bergabung dalam ekosistem ini,” kata Gandes dari NFT Kompas. “Di sini, media bisa lebih bersemangat karena karyanya mendapatkan apresiasi yang lebih baik.”
Dunia Web3 yang masih terus berubah juga memengaruhi karya seni. Bila pembicaraan di era Web2 adalah mengenai batasan seni konvensional dan digital, maka kini topik mengenai seni yang di-generate dari AI menjadi pembahasan. Setidaknya itu yang terjadi dalam sesi bersama Diela, Prasjadi, dan Ruanth dari Metarupa di diskusi bertajuk “Next Gen Art”.
“Seni akan tetap menjadi seni,” kata Diela, artist yang sudah memproduksi berbagai karya di ekosistem konvensional, digital, dan kini skena NFT. “AI akan beperan ke dalam proses bagaimana seni itu tercipta.”
Senada dengan Diela, menurut Prasjadi, kehadiran AI lebih bersifat sebagai alat, tetapi bukan hasil atau seninya sendiri. “Seni akan kembali pada personality di balik karyanya,” kata Prasjadi.
Ruang bagi Kreativitas Dunia Web3
Yang jelas, ekosistem yang diciptakan Web3 ini seharusnya memang membuka kesempatan untuk lebih banyak kreativitas tercipta. Kehadiran teknologi bisa digunakan, antara lain, untuk menciptakan karya seni yang responsif.
“Misalnya ada karya seni yang akan berubah bentuk atau warna ketika cuaca hujan,” kata Ruanth. “Teknologi smart contract memungkinkan hal itu.”
Menggali kreativitas dan mempunyai keunikan juga ditekankan bagi pemilik atau pengelola project NFT. Opini ini muncul pada sesi berikutnya yang bertajuk “A to Z About NFT Project”. Pada sesi ini hadir Shan dari project Godjira, Jejouw dari Karafuru, Hartman dari Evos, dan project Komotopia.
Kondisi pasar dan surutnya animo atas NFT membuat misi project NFT harus diubah. Tidak lagi berorientasi untuk mendapatkan uang, tetapi bagaimana agar bisa lestari (sustainable).
“Minting dan menjual itu hal yang mudah,” kata Shan. “Yang paling sulit adalah setelah itu akan diapakan.”
Jejouw juga bercerita mengenai proses dibentuknya Karafuru yang hanya membutuhkan waktu sekitar 3 minggu. “Kami ada beberapa partner yang mensyaratkan project-nya tidak berhenti setelah minting dan reveal, tetapi menerus,” kata Jejouw.
Menurut Jejouw, ada dua hal penting yang harus diperhatikan ketika membuat atau merencanakan project NFT. “Yang pertama adalah timing,” katanya. “Dan yang kedua adalah eksekusi.”
Dua hal itu, ditambah dengan daya tarik berupa orisinalitas atau keunikan tiap project, tetap bisa membuat NFT diminati walaupun kondisi pasar sedang dalam keadaan turun.
Total terdapat 12 sesi diskusi dalam acara festival gagasan yang merupakan bagian dari Ideafest 2022 ini. Blok:verse sendiri merupakan fragmen Ideafest yang khusus membahas mengenai Web3 dan teknologi blockchain yang dipercaya akan memegang peranan penting dalam membentuk kehidupan manusia di masa yang akan datang.