Pesatnya laju perkembangan teknologi ditandai dengan munculnya produk dan jasa digital yang bersifat disruptif. Hal ini juga turut mengubah perilaku konsumen, mendorong para pelaku bisnis untuk keluar dari zona nyaman, dan mulai mengadopsi digitalisasi.

Terlebih, pandemi Covid-19 yang saat ini melanda dunia, ikut berperan dalam percepatan proses transformasi digital di berbagai sektor. Bahkan, menurut data Bank Indonesia, terjadi lonjakan transaksi e-commerce hingga 26 persen dengan transaksi harian naik sebesar 4,8 juta kali dibandingkan rata-rata pada kuartal II-2019. Tak hanya itu, konsumen yang baru pertama kali belanja daring tercatat meningkat hingga 51 persen saat pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Kolaborasi antara potensi pasar dan kondisi yang tidak pasti saat ini membuka ruang inovasi di ranah digital bagi para pelaku bisnis yang cermat dalam memanfaatkannya. Oleh karena itu, diperlukan pola pikir digital (digital mindset) seperti dibahas pada webinar Kognisi berjudul “Business Shift! Win Current Era of Competition with Digital Mindset”. Webinar ini dibawakan oleh Ferdinand Prasetyo selaku Executive Director & Digital Strategy Consultant Drife Solusi Integrasi pada 4 Agustus lalu.

Klasifikasi potensi kala pandemi

Dalam pemaparan awal, Ferdinand menjelaskan secara singkat kondisi saat ini yang serba tidak menentu. Meskipun begitu, ia menganggap ‘ups’ dan ‘downs’ pada bisnis bukan hal yang baru, “Memang bisnisnya mungkin drop atau nggak jalan gara-gara Covid-19 ini. Tapi, kalau kita lihat lagi, ini sebenarnya (adalah hal yang mungkin) pernah kita alami, ups and downs di bisnis itu sesuatu yang umum,” paparnya.

Dalam mengelaborasi poinnya, Ferdinand menganalogikan situasi ini sebagai dua mata koin yang berbeda. Bagaimana kita memaknainya tergantung dari sisi mana kita melihat. Ia menggarisbawahi, meski di satu sisi situasi ini menyeramkan, di sisi lain, masih ada potensi dan peluang yang dapat digali.

Menurut Ferdinand, terdapat tiga kategori peluang yang ada saat ini; pertama, perubahan besar (great shift), hal ini karena tidak semua perusahaan mengalami tekanan perubahan dengan skala seperti saat ini, sehingga seolah-olah memulai dari titik awal yang sama. Tidak ada yang tahu bagaimana “gaya” marketing atau cara bisnis yang tepat, semua kembali mulai dari tahap eksplorasi. Contohnya, Emirates Airline yang mencoba hal baru dengan memberikan asuransi Covid-19 bagi para penumpang, dengan cakupan pembiayaan secara menyeluruh.

Kedua, kebutuhan baru (new needs) karena adanya kebijakan jaga jarak (social distancing) dan bekerja dari rumah, timbul kebutuhan-kebutuhan baru yang sebelumnya kita tidak perhatikan, bahkan dapat menjadi ide untuk melakukan inovasi. Contohnya terdapat kasus seseorang membuat aplikasi jasa titip belanja ke pasar karena masyarakat belum berani ke pasar yang ramai. Selain itu, muncul pula inovasi bisnis makanan beku karena sekarang banyak yang lebih memilih memasak di rumah untuk berhemat, yang mungkin tidak terpikirkan saat situasi normal.

Ketiga, aturan baru (new rules), dengan munculnya regulasi dan kebiasaan baru dalam upaya menekan kasus Covid-19 selama kelaziman baru, muncul pula peluang-peluang baru. Misalnya, dalam konteks kebiasaan, saat situasi normal, orang akan lebih memilih konsultasi langsung, tetapi kini orang akan lebih memilih konsultasi melalui aplikasi karena rasa takut untuk ke rumah sakit.

“Dengan kita lihat keadaan kita, kita lihat opportunity-nya, ini kan sesuatu yang gak nyaman, sesuatu yang baru, tapi kita harus tetap coba, it always seems impossible until it’s done,” pungkas Ferdinand, mengutip kalimat Nelson Mandela.

Menumbuhkan pola pikir digital

Setidaknya terdapat empat konsep yang dianggap Ferdinand dapat membantu menumbuhkan pola pikir digital untuk memaksimalkan kesempatan yang ada, yakni menganggap bahwa aspek digital (1) sebagai “senjata” bisnis untuk berkembang pada masa depan; (2) tidak hanya alat, tetapi juga jalan untuk berpikir maju; (3) mempermudah proses bisnis; dan (4) bukan ancaman bagi bisnis.

“Kalau kita lihat bagaimana bisnis proses yang ada sekarang ini dengan digital bisa lebih mudah, (adanya) otomatisasi mungkin untuk dilakukan, misalnya menggunakan Whatsapp for business dan ada fitur automate response. Hal ini menarik untuk melihat bagaimana digital gak hanya memudahkan hidup kita, tetapi juga proses bisnis (melalui otomatisasi),” jelas Ferdinand.

Untuk mengadopsi keempat konsep tersebut, dibutuhkan pengertian yang baik dan adaptasi terhadap karakter-karakter dari pola pikir digital. Ada enam karakteristik yang perlu diperhatikan menurut Ferdinand, (1) abundance mindset, banyak hal-hal baru yang bisa dimanfaatkan untuk bisnis; (2) growth mindset, berani mencoba hal-hal yang baru dan memiliki keinginan berkembang; (3) explorer’s mind atau berani belajar hal baru di luar zona nyaman; (4) collaborative approach, mampu memaksimalkan manfaat digital yang memungkinkan untuk berkolaborasi dengan siapa pun; (5) embracing diversity, terbuka terhadap berbagai perspektif dan perbedaan adalah suatu hal yang lumrah; (6) agile approach, teknologi digital berkembang semakin eksponensial, kegesitan kita mencoba dan beradaptasi dengan perkembangan digital akan terus diuji.

Sebagai penutup, Ferdinand menyimpulkan dari penjelasannya, “Kalau kita lihat bagaimana disrupsi yang terjadi sekarang, semua (orang dan perusahaan) seperti reset from zero dan mulai dari tempat yang sama. Bagaimana punya pola pikirnya (digital mindset), bagaimana utilisasi tools-nya, dan itulah (yang) bisa bantu transform bisnis Anda.”

Kognisi adalah platform berbasis edukasi persembahan Kompas Gramedia yang dibangun pada Mei 2019. Kognisi secara periodik juga mengadakan webinar yang terbuka untuk publik. Informasi lebih lanjut mengenai webinar Kognisi selanjutnya bisa langsung dikunjungi di akun Instagram @kognisikg dan situs learning.kompasgramedia.com (khusus karyawan Kompas Gramedia). Selamat belajar, Kogifriends! Stay safe, healthy, and sane!

Penulis: Aurina Indah Tiara; Editor: Sulyana Andikko.