Itu dini hari, 17 Agustus 1945. Kakak beradik Frans Sumarto Mendur dan Alexius Impurung Mendur–keduanya fotografer–mendengar kabar dari seseorang di harian Asia Raya bahwa peristiwa penting bakal terjadi di kediaman Soekarno. Secara terpisah keduanya lantas bergegas dengan kamera masing-masing ke Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Cikini.
Suasana masih cukup mencekam sebetulnya. Kabar kekalahan Jepang belum tersebar luas di Indonesia, para tentara pun masih berpatroli dengan senjata lengkap. Dengan mengendap-endap, Frans Mendur dan Alex Mendur tiba di rumah Soekarno sekitar pukul 5 subuh.
Sampai pukul delapan pagi, Soekarno yang sedang demam tinggi lantaran gejala malaria dan kelelahan merumuskan naskah proklamasi belum juga bangun. Dokter pribadinya, seperti diceritakan dalam tulisan pendiri Fotografer.net Kristupa Saragih, membangunkannya untuk minum obat. Soekarno tidur lagi dan bangun pukul sembilan.
Setelah itu momentum bersejarah dimulai. Soekarno, Hatta, dan para pemuda bersiap. Pada pukul sepuluh, proklamasi kemerdekaan Indonesia dilangsungkan dengan amat sederhana. Tanpa protokol, tanpa gegap gempita. Mendur bersaudara mengabadikan peristiwa itu pada film-film kameranya.
Frans hanya bisa memotret tiga kali, sesuai jumlah bingkai film yang tersisa di dalam kameranya. Foto pertama adalah ketika Soekarno membaca teks proklamasi. Kedua, pengibaran Merah Putih oleh Latief Hendraningrat, anggota Peta (Pembela Tanah Air). Dan, ketiga, suasana upacara ketika bendera dikibarkan.
Mempertahankan negatif film
Frans Mendur dan Alex Mendur cepat-cepat pulang begitu upacara rampung. Namun, tentara Jepang yang rupanya telah mendengar kabar soal proklamasi itu memburu mereka berdua. Alex tertangkap lebih dulu. Foto-foto yang baru saja dibuatnya langsung dimusnahkan tentara.
Suasana tak kalah mencekam untuk Frans. Ia berhasil lolos, lantas mengubur negatif fotonya di dekat sebuah pohon di halaman belakang kantor harian Asia Raya. Tak lama kemudian ia didatangi tentara Jepang. Tapi, katanya kepada mereka, negatif foto itu sudah tak ada padanya, diambil Barisan Pelopor.
Tentara Jepang pergi, tetapi perjuangan Mendur bersaudara belum selesai. Pekerjaan selanjutnya, mencetak fotonya. Mereka mesti sembunyi-sembunyi. Pada malam ketika situasi senyap, mereka memanjat pohon dan melompati pagar di samping kantor Domei, yang sekarang kantor Antara. Lalu di sebuah lab foto, negatif itu berhasil dicetak. Dari jerih payah penuh risiko Mendur bersaudaralah, fotografer proklamasi kemerdekaan RI, kini kita dapat mengenang peristiwa tersebut dengan lebih nyata.
Frans tutup usia pada 1971 dan Alex pada 1984. Pada 9 November 2009, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menganugerahi mereka penghargaan Bintang Jasa Utama. Untuk mengingat jasa keduanya, didirikan Tugu Pers Mendur di Minahasa, tanah kelahiran mereka.
Baca juga:
Mengenal 5 Pahlawan Wanita Indonesia
Kisah Bung Tomo, Sang Pengobar Semangat Pertempuran Surabaya
Kisah Kartini, Penentang Feodalisme dan Pejuang Kesetaraan Pendidikan