Berangkat dari kegemarannya menonton Doraemon, Pitoyo Hartono (47), fokus mengembangkan kecerdasan buatan (AI/artificial intelligence) pada robot. Menurutnya, menciptakan kecerdasan yang mirip dengan makhluk hidup adalah sebuah tantangan yang menarik.

Oleh karena itu, setamat dari SMA Pangudi Luhur I Jakarta, Pitoyo memutuskan untuk mengambil jurusan teknik fisika di Waseda University, Tokyo, Jepang, pada 1989. Pitoyo kemudian melanjutkan pendidikan untuk mengambil pascasarjana jurusan pure and applied physics pada 1993 dan doktoral pada 1998 di universitas yang sama.

Infografis

02

*klik gambar untuk memperbesar

“Saya sempat ditanyakan soal mengapa ingin menekuni bidang ini. Saya mengatakan, saya ingin membuat robot seperti Doraemon. Karena buat saya, yang menarik dari Doraemon itu bukan barang-barang yang dikeluarkan oleh Doraemon, tetapi Doraemon itu sendiri. Di mana, Nobita sebagai manusia tidak perlu lagi membaca manual book untuk bisa menggunakan robot itu. Robot Doraemon itu bisa berinteraksi langsung dengan manusia,” ujarnya saat membawakan kuliah umum di SMA Pangudi Luhur I Jakarta, Kamis (31/3).

“Oleh karena itu, kita juga harus membuat yang bisa berinteraksi luwes dengan manusia. Dalam pembuatan robot seperti itu, manusia harus belajar tidak hanya detail teknik, tetapi juga ilmu lainnya seperti sosiologi dan memperhatikan gestur tubuh, gaya bicara, dan cara interaksinya dengan makhluk hidup lain. Buat saya pribadi, meneliti robot membuka kesempatan bagi saya untuk berpikir tentang alam dan makhluk hidup,” lanjut pria yang menjadi profesor di Chukyo University, Tokyo, Jepang, ini.

Pitoyo sendiri fokus mengembangkan AI agar robot bisa berpikir layaknya manusia. Momen yang paling berkesan terjadi beberapa tahun lalu, dia tidak ingat pastinya, saat mengembangkan sebuah model neural network, sebuah jaringan saraf buatan. Jaringan ini bisa diimplementasikan untuk melatih robot kecil untuk dapat beroperasi. Robot kecil ini bisa belajar sendiri dan menjadi pintar sedikit demi sedikit.

Robot ini awalnya bergerak tidak beraturan hingga pada akhirnya bisa bergerak maju-mundur. Kemudian, Pitoyo memberikan tembok penghalang di depannya. Awalnya menabrak lalu lama-kelamaan robot itu bisa bergerak tanpa menabrak. Proses ini terjadi secara otomatis. Meskipun rintangan yang diberikan sangat sederhana, momen tersebut menjadi peristiwa yang membuka matanya. Sekarang, Pitoyo sedang meneliti model matematis dari neural network yang baru.

Neural network ini adalah suatu algoritma yang memungkinkan komputer untuk bisa belajar dari contoh yang ada dengan prinsip matematika. Algoritma ini berbeda dengan algoritma komputer.

“Selama ini, kalau ingin menyelesaikan masalah dengan komputer, kita harus menulis program untuk memberitahu komputer itu tentang langkah-langkah kalkulasi yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalah itu. Namun, banyak sekali masalah yang kita tidak tahu cara penyelesaiannya. Dengan neural network kita tidak perlu memberi solusi secara detail. Kita hanya butuh banyak contoh masalah dan jawabannya. Proses belajar neural network akan menemukan sendiri prosedur untuk menyelesaikan masalah dari contoh yang diberikan,” jelasnya.

Selain robot, Pitoyo mengaplikasikan neural networks untuk industri. Selama dua tahun terakhir, Pitoyo membantu perusahaan lensa kontak dengan melatih neural networks untuk mendeteksi dengan sangat cepat lensa kontak yang cacat dalam proses produksinya sebelum dilempar ke pasar.

Beberapa tahun belakangan, AI mengalami kemajuan signifikan, terutama dengan model yang disebut deep learning. Di tahun mendatang, AI akan berperan banyak di masyarakat. IBM, misalnya, mulai melatih AI dengan memberinya banyak referensi medis. AI ini diharapkan bisa memberikan solusi pengobatan spesifik terhadap pasien yang berbeda-beda dan penemuan serta proses pembuatan obat baru.

“AI juga diharapkan mampu menyelesaikan masalah sosial manusia dan mencegah kerusakan lingkungan. Namun, teknologi juga selalu menjadi pedang bermata dua. Dia bisa bermanfaat, tetapi bisa membunuh jika berada di tangan yang salah. Ini risiko yang harus diambil, sebab saya percaya teknologi akan jauh lebih berguna untuk kemanusiaan,” katanya.

Untuk mengetahui perkembangan robot di Indonesia, setiap tahun dirinya mengunjungi beberapa universitas di Indonesia dan berdiskusi dengan mahasiswa dan peneliti. Dari situ, dia melihat tidak ada alasan lagi bagi Indonesia untuk tidak maju dalam bidang ini.

“Banyak dosen muda dan mahasiswa kita yang sangat pintar. Sekarang yang diperlukan adalah mengembangkan iklim penelitian yang sehat, berani mencoba ide baru, dan tidak mengharapkan hasil secara instan. Pengembangan dasar matematika dan fisika yang kuat serta keingintahuan tidak terbatas pada AI menjadi modal dasar untuk menjadi ahli dalam AI,” pungkasnya. [VTO]

noted: Fokus Mengembangkan Kecerdasan Buatan