Bagi umat Muslim, bulan suci Ramadhan adalah momentum yang sangat dinantikan. Sebab sekaligus memperbaiki spiritual, mental, moral, dan perilaku sosial pada bulan yang penuh ampunan dari Yang Mahakuasa dengan rahmat yang diberikan-Nya.
Keberkahan bagi bersama
Keberkahan dari bulan suci ini dapat terlihat dari beberapa kebiasaan yang muncul. Salah satunya, kepekaan dan kepedulian terhadap sesama yang meningkat. Banyak umat Muslim yang berlomba mencari keberkahan dan pahala dengan bersedekah. Contohnya, menyediakan makanan berbuka bagi sesama umat Muslim atau yang membutuhkan.
Dari contoh tadi, dapat dilihat besarnya makna dan hikmah puasa. Tidak hanya bagi diri sendiri, tetapi juga bagi orang di sekitarnya. Selain itu, jika melihat pelaksanaan puasa yang memiliki rentang waktu, tentu ada penerapan kedisiplinan bagi individu yang menjalankannya.
Bagaimana seseorang melatih dirinya untuk taat terhadap aturan dalam puasa, yang mencakup di dalamnya rukun berpuasa adalah implementasi kedisiplinan dari seorang Muslim sebagai bentuk ketakwaannya kepada Sang Pencipta.
Selain menumbuhkan karakter-karakter tersebut, puasa memiliki begitu banyak manfaat bagi kesehatan. Di antaranya, mengelola kadar gula darah, mengurangi kolestrol dan lemak tubuh, menormalkan tekanan darah, meningkatkan kesehatan jantung, dan mengelola stres.
Bukan sekadar menahan makan dan minum
Dengan manfaat yang multidimensi tersebut, puasa memiliki hikmah dengan makna yang begitu besar. Namun, dalam praktik dan maknanya, berpuasa khususnya pada bulan suci Ramadhan bukan sekadar tidak makan dan minum. Puasa memiliki makna yang lebih dari itu.
Imam Al-Ghazali, seorang ulama dan filsuf Muslim, menyatakan terdapat tiga tingkatan dalam puasa. Pertama, puasa umum. Tingkat puasa ini adalah yang paling dasar, yaitu hanya menahan makan, minum, dan hal-hal yang membatalkannya sesuai syariat.
Lalu, tingkatan yang kedua adalah puasa khusus. Perbedaanya pada tingkatan ini, orang yang menjalankan puasa di tingkatan ini tidak hanya menahanan diri dari makan-minum, tetapi juga menjaga alat inderanya. Seperti menahan pendengaran, penglihatan, lisan, dan anggota gerak tubuhnya dalam melakukan maksiat yang membuat dosa.
Contoh dari tingkatan kedua ini, seperti tidak bergosip yang merupakan bentuk dari menahan lisan agar tidak mengatakan hal-hal yang tidak semestinya ataupun membicarakan orang lain.
Kemudian, tingkatan ketiga adalah puasa paling khusus atau menahan pikirannya dari masalah dunia dengan menjaga diri dari berpikir selain Allah SWT. Menurut Al-Ghazali, tingkatan puasa ini adalah para nabi dan shidiqqin (orang yang teguh keimanannya).
Maka, sudah di tingkatan manakah puasa yang kita lakukan? Semoga kita terus dapat menyempurnahkan ibadah, termasuk ibadah puasa dan mendapat ampunan, rahmat, juga keberkahan di bulan suci Ramadhan. Selamat berpuasa bagi yang menjalankan.