Dalam perjalanannya, dimsum telah mengalami modifikasi. Saat masuk ke Indonesia, dimsum juga mengalami penyesuaian dengan budaya lokal.
Penganan mini ini menyesuaikan lidah orang Indonesia sehingga penganan ini mudah diterima oleh masyarakat kita dan hadir mulai dari penjaja kaki lima hingga restoran ternama.
Sejarah singkat Dimsum
Sejarah dimsum memiliki beragam cerita. Ada cerita bahwa kemunculan dimsum pertama kali di Jalur Sutera, tepatnya di bagian Asia Tengah saat masa pemerintahan Dinasti Han (206 SM- 220 M).
Penganan ini diciptakan sebagai pendamping minum teh para pedagang, buruh, dan petani yang melewati jalur tersebut. Itu menjadi alasan dimsum dikenal sebagai yum cha yang berarti makanan pelengkap minum teh.
Ukurannya yang mini dirasa cocok menjadi kudapan pada pagi atau sore hari menemani secangkir teh. Sejak awal, penganan khas ini telah diposisikan sebagai kudapan atau camilan.
Kata dimsum sendiri merupakan sebuah istilah dari bahasa kanton yang berarti makanan kecil. Namun, dalam bahasa Mandarin, dimsum disebut dian xin yang berarti “menyentuh hati” atau “sedikit dari hati”.
Sajian khas Imlek
Tak ada sumber pasti yang menjelaskan kenapa dimsum identik sebagai penganan Imlek. Namun, konon dimsum dianggap sebagai lambang keberuntungan.
Masyarakat China di masa lalu percaya dimsum jika dimakan saat Imlek dapat menambah rezeki selama satu tahun ke depan.
Dalam tradisi masyarakat China, dimsum biasanya berisi 4 buah saja dalam satu wadah. Dalam mengonsumsinya, dimsum harus dibagikan secara berturut-turut dari yang paling tua sampai paling muda.
Baca juga:Â 5 Cara Bijak Agar Angpau Imlek Lebih Bermanfaat
Fakta unik dimsum
Berikut ini, beberapa fakta unik tentang snack unik ini.
1. Banyak makan dimsum, banyak uang
Salah satu mitos yang dipercaya warga China tentang dimsum adalah semakin banyak menyantapnya saat Imlek, maka rezeki yang kita peroleh pada tahun tersebut akan semakin banyak.
Mitos ini muncul atas dasar bentuk dimsum gaozi yang menyerupai kapal. Bentuk ini dianggap mirip seperti uang logam China kuno yang dipercaya merepresentasikan kemakmuran.
2. Berbagai bentuk dan jenis
Mengenai bentuk dan jenisnya, dimsum kaya akan hal ini. Selain gaozi yang berbentuk kapal, ada pula yang menyerupai keranjang dengan bagian atas terbuka atau yang lebih kita kenal dengan sebutan siu mai (siomai).
Ada pula har gao (hakau) dengan bentuknya yang menyerupai bulan sabit. Yang membedakan hakau dengan dimsum lain adalah kulit pangsitnya yang cenderung lebih tipis dan bening. Selanjutnya, terdapat xiao long bao yang menyerupai siomai tapi bagian atasnya tertutup. Jenis ini lebih juicy karena terdapat sensasi kaldu gurih begitu kita menggigitnya.
3. Bakpao dan mantau juga dimsum
Siapa yang tak kenal dengan roti empuk berwarna putih ini? Namun, tahukah kamu jika bakpao dan mantau masih termasuk “keluarga” dimsum? Ya, roti yang khas dengan kelembutannya ini masih satu rumpun dengan camilan yum cha lainnya.
Bakpao atau bao zi asli China biasanya memiliki berbagai jenis isian, baik manis maupun asin, seperti pasta kacang merah, daging ayam cincang, ataupun daging babi cincang. Cara memasaknya dengan dikukus.
Sedikit berbeda dengan bakpao, mantau dibuat tanpa isian apa pun dan dimasak dengan cara digoreng atau dikukus. Kedua roti ini sangat lezat jika disajikan dalam kondisi hangat.
4. Disantap menggunakan sumpit
Material logam yang ada pada garpu ternyata diyakini dapat memengaruhi cita rasa dimsum. Oleh sebab itu, disarankan untuk menyantap dimsum dengan menggunakan sumpit.
Kalaupun belum terbiasa menggunakan sumpit, kita bisa menggunakan sendok berbahan keramik. Dengan begitu, cita rasa makanan ini akan tetap terjaga.
5. Cara penyajian menentukan keberuntungan
Sebagai pembuka tahun yang baru, tentunya kita mengharapkan sesuatu yang baik. Warga Tionghoa percaya bahwa menata dimsum dapat menentukan keberuntungan pada tahun yang baru.
Untuk itu, mereka akan menata penganan ini secara memanjang bukan melingkar. Konon, jika ditata secara melingkar, hidup akan berputar atau terjebak di situ-situ saja dan tidak dapat berkembang.