Kebosanan itulah yang kemudian menjadi salah satu faktor pendorong bagi banyak individu untuk bereksplorasi dengan kreativitasnya melakukan hal-hal yang mungkin dapat melahirkan sebuah karya seni yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.
Hampir setiap orang memiliki potensi artistik karena seni itu sesungguhnya tidak memiliki batasan tertentu dan dapat terlihat dari banyak sudut pandang yang berbeda. Ungkapan tersebut disampaikan dalam webinar Kognisi beberapa waktu lalu yang bertajuk “Creative Art(ist) by Accident” oleh Putu Fajar Arcana, seorang penggiat seni, penulis, dan sastrawan yang saat ini juga mengemban tugas sebagai Wakil Kepala Desk Komunitas di Harian Kompas.
Webinar pertama yang dibuka gratis untuk umum ini dimoderatori oleh Novka Kuaranita—biasa disapa Oka—yang berprofesi sebagai copywriter di Harian Kompas.
Pemaparan materi sekaligus diskusi singkat tentang seni dan proses kreatif ini berlangsung selama hampir 2 jam dengan jumlah peserta hampir 60 orang. Antusiasme pun tecermin dari ragam latar belakang peserta yang hadir dari mahasiswa hingga dosen.
Seni adalah imitasi kehidupan
Sesi dibuka dengan pernyataan singkat dari Oka bahwa proses kreatif itu menarik dan memukau. Ia melanjutkan bagaimana orang bisa memandang sesuatu dari perspektif yang sama sekali berbeda dan menghasilkan karya yang dapat dinikmati.
Memang, karya sesungguhnya selera pribadi. Di kala meratapi rasa bosan yang tak kunjung usai, ada baiknya mulailah berkreasi dengan memanfaatkan hal apa saja yang ada di sekitar rumah untuk dijadikan inspirasi sebuah karya yang estetik. Inspirasi yang terkadang muncul tiba-tiba itu pantang sekali untuk diabaikan begitu saja, karena kegiatan seni ternyata dapat dimulai dari bahan-bahan mentah (baca: realita) yang ada di dekat kehidupan sehari-hari.
“Saya yakin Anda semua juga memiliki potensi kreativitas yang bisa dieksplorasi dari rumah masing-masing. Sesungguhnya itulah satu-satunya cara untuk melewati hari-hari yang mulai terasa monoton. Bukankah itu juga termasuk pemberontakan kecil untuk mengatasi pandemi virus korona?” tulis Putu Fajar Arcana, atau yang akrab dipanggil Bli Can ini dalam kolom epilog Harian Kompas beberapa waktu lalu.
Dirinya kemudian menambahkan bahwa berkesenian itu dapat menjadi cara untuk menjalani hari-hari selama masa pandemi berlangsung penuh keterbatasan ini.
Budaya dan nilai di balik proses kreatif
Melalui analogi keindahan pola pengairan yang ada di sawah, Bli Can menuturkan bahwa sesungguhnya tak pernah terpikirkan oleh orang awam bahwa sawah itu adalah wujud karya seni para petaninya. Ketekunan dan energi cinta kasih yang mereka salurkan membuat sawah tidak hanya indah tetapi bermanfaat bagi kehidupan.
“Sebuah keindahan tidak hanya dibentuk oleh sesuatu yang berwujud fisik, tetapi juga sistem yang disebut miskala, sesuatu yang bersifat spiritual,” ujarnya.
Bli Can mendefinisikan seniman sebagai seseorang yang melakukan kerja kebudayaan, yang selalu mengasah kecendekiaan (budaya nalar dan logika), menambah ilmu, dan seorang yang memiliki keterampilan interpersonal. Perpaduan semua aspek tersebut yang sedianya menghasilkan karya fisik melampaui label profesi pelukis, penulis, musikus dan lainnya.
“Seniman adalah orang-orang yang mengerjakan segala sesuatu dengan intens, tidak pernah instan,” imbuhnya.
Bentuk karya seni haruslah dikerjakan dengan ketekunan, kerja keras, dan sentuhan cinta kasih, bukan sebagai beban dengan tenggat waktu eksak. Dalam proses inilah seorang seniman akan perlahan meraih autentisitasnya dalam berkarya.
Selain itu, jangan pula membatasi definisi “seni” pada hal yang umum saja, seni itu dapat berwujud apa saja, bahkan memasak atau membersihkan rumah pun adalah tindak berkesenian.
Sebagai penutup, Bli Can menyampaikan bahwa seni butuh intensitas, penghayatan, dan totalitas kerja hingga mencapai hasil yang baik. Jika mengalami mandek di tengah jalan, jangan segera menyerah atau juga terlalu dipaksakan.
Ia menambahkan, takut gagal adalah proses wajar, tapi sebaiknya tidak malah jadi alasan malas mencoba. Karya yang sukses diawali dari kegagalan yang berarti dalam proses mencapainya. Seperti kehidupan itu sendiri, seni menghadirkan lapis-lapis emosi, juga rasa kemanusiaan. Dan, setiap orang mampu “berkesenian” dengan caranya sendiri. Bersabar dalam proses. Seni bukanlah suatu hal yang instan.
Kognisi adalah platform berbasis edukasi persembahan Kompas Gramedia yang dibangun pada Mei 2019. Kognisi secara periodik juga mengadakan webinar yang terbuka untuk publik. Informasi lebih lanjut mengenai webinar Kognisi selanjutnya bisa mengunjungi akun Instagram @kognisikg dan situs learning.kompasgramedia.com (khusus karyawan Kompas Gramedia). Selamat belajar, Kogifriends! Stay safe, and stay sane!
Penulis: Brigitta Valencia Bellion; Editor: Sulyana Andikko