Aku tinggal di Dusun Sade, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Dusunku terletak hanya beberapa kilometer dari Pantai Kuta Mandalika. Rumah-rumah di sini terbuat dari kayu dan bambu. Atapnya dari susunan alang-alang kering. Lantainya dari tanah liat.
Penduduk di dusunku biasa melumuri lantai rumah menggunakan kotoran sapi atau kerbau. Dengan cara itu, lantai tak mudah retak, debu-debu tak menempel, dan nyamuk enggan masuk ke dalam rumah. Inaq, panggilanku untuk ibu, biasa melulur lantai dua kali dalam seminggu.
Amaq, panggilanku untuk ayah, seorang petani. Ia bercocok tanam padi gogo rancah. Padi jenis ini dapat tumbuh di lahan kering. Jika musim penghujan tiba, Amaq sibuk sekali. Amaq mulai menanam padi dan merawatnya setiap hari.
Amaq menyimpan hasil panen di dalam lumbung. Bentuk lumbung berbeda dari bangunan tempat tinggal. Lumbung memiliki tiang-tiang jangkung supaya tikus tidak bisa masuk dan merusak padi.
Inaq memasak menggunakan tungku. Hari ini Inaq membuat ayam taliwang kesukaanku. Rasanya lezat sekali. Apalagi ada pelecing kangkung. Selain pandai memasak, Inag juga pandai menenun.
Perempuan-perempuan di dusunku harus bisa menenun. Aku mulai belajar menenun setahun lalu saat usiaku sembilan tahun. Inaq yang mengajariku.
“Menenun dapat melatih kesabaranmu, Ayu,” ucap Inaq waktu itu.
Aku memerlukan waktu satu bulan untuk membuat selembar kain. Itu pun kain polos tanpa motif.
Inaq sudah menenun banyak kain dengan beragam motif. Inaq memajang kain-kain itu di kios di depan rumah kami. Di sana pula ia menenun. Wisatawan yang berkunjung ke dusun kami dapat melihat proses pembuatan kain secara langsung. Apabila tertarik, mereka dapat membelinya.
Inaq juga menjual cendera mata di teras rumah. Ada kalung, gelang, dan gantungan kunci. Aku membantu Inaq berjualan apabila sedang libur sekolah, seperti hari ini.
Seorang ibu berbaju biru mampir ke teras rumahku. Ibu itu membeli gelang dan gantungan kunci sebagai oleh-oleh. Beberapa saat setelah ia pergi, aku melihat sebuah dompet tergeletak di tanah.
“Itu pasti dompet ibu tadi, Ayu,” Inaq berkata.
Aku segera berlari mengejar Ibu berbaju biru. Aku berhasil menyusulnya.
“Ibu lupa menutup kembali ritsleting tas,” kata ibu berbaju biru. Si ibu lalu menyorongkan selembar uang kertas untukku.
Aku menolak dengan sopan. “Terima kasih, Bu. Tapi, maaf, saya tidak bisa menerimanya.”
Ibu berbaju biru tersenyum. Setelah mengucap terima kasih, si ibu menyusul rombongannya menuju pintu gerbang dusunku.
Aku pulang dengan riang. Tak sabar aku ingin menceritakan peristiwa itu kepada Inaq.
Oh iya, jika kamu berlibur ke Lombok, singgahlah ke dusunku, Dusun Sade ini. Semoga bisa berjumpa denganku, teman-teman! *
Penulis: Siti Nurlaela
Pendongeng: Kang Acep (youtube: acep_yonny)
Ilustrasi: Regina Primalita