Dalam hal keragaman tekstil (baik dari sisi teknik pembuatan, bahan, maupun motif) mungkin tak ada negara yang mengalahkan Indonesia. Tersebar dari Sabang sampai Merauke, Indonesia memiliki ribuan ragam tekstil Nusantara yang masih hidup dan menginspirasi hingga kini.
Merunut ke belakang, kekayaan tradisi Indonesia ini berakar pada kebudayaan Dongson, kebudayaan zaman neolitikum yang mulanya berkembang di wilayah yang sekarang kita kenal sebagai Vietnam. Kebudayaan Dongson menyebar di wilayah Asia Tenggara kira-kira pada 500 tahun sebelum Masehi. Masyarakat Dongson membuat perangkat yang pada masanya spektakuler, misalnya gendang, kapak, atau perhiasan dari perunggu. Teknologi dan desain peninggalan mereka ini meninggalkan jejak pada peradaban kita.
Motif yang terasosiasi dengan periode Dongson adalah bentuk geometrik seperti zig-zag, belah ketupat, spiral, kait, dan bergelombang. Motif belah ketupat, bergelombang, dan spiral misalnya ditemukan pada kain di Batak, Dayak, Toraja, Pulau Timor, dan Lampung. Konsep motif-motif ini pada awalnya berkaitan dengan ide kuno tentang kekuatan supernatural alam.
Periode Dongson juga mewariskan motif-motif modifikasi manusia dan reptil seperti buaya, ular, kadal, serta katak. Ada pula motif kapal. Figur manusia kebanyakan diinterpretasikan sebagai nenek moyang. Kapal diasosiasikan dengan kendaraan yang membawa nenek moyang masuk ke Nusantara. Dengan kapal itu pulalah jiwa orang yang meninggal berpulang ke tanah leluhur, tempat asalnya.
Motif-motif hewan seperti burung, serangga, atau hewan laut juga merupakan warisan kebudayaan Dongson. Para penenun telah sejak lama mendapatkan inspirasi dari lingkungannya. Flora dan fauna kerap menyiratkan makna penting bagi mereka. Ayam, misalnya, muncul sebagai motif berbagai jenis kain, terutama yang berasal dari Nusa Tenggara Timur. Ayam merupakan binatang yang paling sering dijadikan persembahan dan diartikan sebagai makanan yang diunjukkan bagi dewa dan arwah.
Bentuk lain yang sering ditemukan di Indonesia adalah motif segitiga yang disebut tumpal, yang sudah digunakan sejak zaman neolitikum. Motif ini biasanya diletakkan di pinggir kain tenun. Segitiga pada kain tenun dapat diartikan dengan banyak cara, tetapi yang paling umum adalah gambaran tunas bambu, representasi lahirnya kehidupan baru.
Kini, berabad-abad setelah kebudayaan Dongson pertama kali menyebar, tekstil Indonesia makin menampakkan pesonanya. Dengan tetap mempertahankan filosofi dan budayanya, tekstil Nusantara terus mencari cara agar bisa bertahan di tengah modernitas. [*/NOV]
foto: shutterstock