Suatu hari, saat bermain di tepi sungai, Rumi menemukan sesuatu yang menarik yaitu sebuah buah merah besar tergeletak di bawah pohon. Buah itu tampak sangat lezat.
“Wah, ini pasti enak sekali!” pikir Rumi.
Namun, sebelum ia menggigit buah itu, burung perkutut tua bernama Pak Tutu hinggap di dahan pohon.
“Itu buah siapa, Rumi?” tanya Pak Tutu.
Rumi terdiam. Ia tidak tahu. Ia hanya menemukannya di tanah.
“Aku menemukannya di sini, jadi mungkin ini milikku sekarang,” kata Rumi ragu.
Pak Tutu tersenyum bijak. “Jika itu jatuh dari pohon tanpa pemilik, boleh saja. Tapi, lihatlah baik-baik, apakah ada yang kehilangan buah ini?”
Rumi pun mengendus-endus sekitarnya. Tak lama, ia melihat Tupai Tani mondar-mandir di dahan pohon di atasnya.
“Buahku! Buahku hilang!” seru Tupai Tani cemas.
Hati Rumi berdebar. Ia kini tahu buah yang ditemukannya adalah milik Tupai Tani.
Jika ia diam saja, mungkin tidak ada yang tahu bahwa ia yang menemukannya. Tapi, kata-kata Pak Tutu tadi terngiang di telinganya.
Dengan menghela napas, Rumi melompat dan menghampiri Tupai Tani.
“Tupai Tani, apakah ini buahmu?” tanya Rumi sambil menyerahkan buah merah besar itu.
Tupai Tani terkejut, lalu wajahnya berseri-seri. “Benar! Aku menjatuhkannya tadi saat memanen. Terima kasih, Rumi!”
Rumi tersenyum. Ada rasa hangat di hatinya. Pak Tutu mengangguk bangga.
“Kejujuran itu seperti pohon besar di hutan ini, Rumi,” kata Pak Tutu. “Semakin dijaga, semakin kuat akarnya, dan semakin rindang manfaatnya.”
Sejak hari itu, Rumi semakin memahami bahwa kejujuran membawa kebahagiaan, tidak hanya untuk dirinya, tetapi juga semua penghuni Hutan Muria. *
Penulis: Imam Khanafi
Pendongeng: Paman Gery (Instagram: @paman_gery)
Ilustrasi: Regina Primalita