Sore ini, seperti biasa, Rebi dan Tutu memanggil Kuci untuk bermain.
“Kuci, ayo, main!” Panggil Rebi dan Tutu berbarengan.
“Ayo! Tapi, kalian jangan cepat-cepat,” sahut Kuci
Rebi dan Tutu tertawa.
“Duh, Kuci, kalau menunggu kamu, bisa-bisa kita main cuma sebentar. Keburu matahari tenggelam,” ujar Tutu sambil memeluk buah kenari kesayangannya.
“Sudah, ya, kami tunggu di tepi sungai,” sambung Rebi.
Keduanya pun berangkat. Rebi melompat-lompat dengan langkah yang jauh, Tutu menyimpai kenarinya ke dalam mulut dan berlari memanjat pohon, melompat lincah dari satu pohon ke pohon lain. Kuci? Ia berusaha berlari, tapi cangkangnya yang berat membuatnya tak bisa berbuat banyak.
Akhirnya Kuci tiba di tepi sungai dengan napas terengah-engah. Rebi dan Tutu sudah asyik bermain di sana. Kuci bersandar di pohon, istirahat sebentar. Mendadak terdengar teriakan.
“Kenariku!” teriak Tutu. Ternyata buah kenari Tutu terlepas dari tangannya dan menggelinding ke arah sungai. Tutu dan Rebi mencoba mengejar, tapi apa daya, buah kenari tersebut keburu tercemplung ke sungai.
Melihat itu, Kuci dengan sigap berlari sekuat tenaga menuju sungai.
“Kuci, hati-hati!” seru Rebi dan Tutu.
Semakin dekat dengan air, Kuci langsung menceburkan diri ke sungai. Berenang lincah dan cekatan menuju kenari Tutu yang kian ke tengah sungai. Setelah mencapai kenari itu, Kuci menyudul-nyundul kenari itu dengan kepalanya ke tepi sungai.
Dengan kegigihannya, akhirnya Kuci dan buah kenari Tutu sampai di pinggir sungai. Rebi dan Tutu membantu Kuci naik ke daratan. Tutu memeluk buah kenarinya, lalu memeluk Kuci yang basah kuyup.
“Kuci, terima kasih, ya. Maaf aku sering meremehkanmu,” ucap Tutu.
“Aku juga minta maaf, Kuci, ternyata kamu sangat baik,” tambah Rebi.
“Tidak apa-apa, aku senang membantu kalian. Meski sering ditinggal, kalian tetap mau bermain denganku dan tidak pernah menyakitiku,” balas Kuci. Mereka bertiga pun berpelukan.
Sejak saat itu, Rebi dan Tutu selalu pergi bermain tanpa meninggalkan Kuci. Berjalan santai ke tepi sungai sambil bercanda bersama. *
Penulis: Andi Wirambara
Pendongeng: Paman Gery (Instagram: @paman_gery)
Ilustrasi: Regina Primalita