Angin malam berembus perlahan. Sepelan itu pula suara tabuhan gamelan. Suara itu semakin lama semakin jelas terdengar. Orang-orang kampung segera bergegas. Mereka berjalan setengah berlari. Tak ingin kehilangan acara yang sudah sangat dinantikan.

Malam ini bukan sembarang wayang. Semua tokoh wayang berupa binatang. Orang-orang menyebutnya Wayang Kancil.  Dalangnya pun masih anak-anak. Ia dikenal Ki Azzam. Meski masih kelas 2 SD, Azzam sudah pintar memainkan wayang. Di tangannya, wayang itu seperti hidup. Ia pun bisa menirukan beragam binatang.

Ki Azzam mulai mendalang. Di panggung itu, ia tak sendiri. Tampak para nayaga memainkan alat musiknya. Para sinden duduk berjejer mengenakan kebaya dan jarik. Mereka bergantian menyanyikan lagu-lagu Jawa. Sementara itu, para penonton rela duduk di rerumputan.

Nguk-nguk, tahukah kenapa kau kuundang ke istanaku?” tanya Kancil.

Mbeeek….tidak tahu,” jawab Kabi, si kambing dengan takut-takut.

“Aku lihat kau suka berjalan sendiri. Kau tak mau bergabung dengan teman-temanmu. Mengapa?” tanya Kancil.

“Aku, aku, aku enggak mau makananku direbut teman-temanku,” sahut Kabi.

Kancil menghela napas. Ia tidak ingin si Kabi memiliki sifat serakah.

“Kabi, kenapa kau tidak ingin berbagi dengan teman-temanmu?”

“Aku yang berusaha keras, masa teman-temanku yang menikmatinya?”

Kancil hanya garuk-garuk kepala. Ia tidak tahu bagaimana menasihati Kabi, sahabatnya. Ia pun menyuruh kambing pulang.

Namun, saat di tengah perjalanan pulang, Kabi dicegat oleh monster yang mengerikan. Monster itu hendak menangkap Kabi. Kabi pun berteriak minta tolong.

MbeekMbeeek!”

Untung saja, teman-temannya segera datang. Mereka beramai-ramai menyeruduk monster. Monster pun lari dikejar para kambing hingga tidak terlihat batang hidungnya.

“Kau tidak apa-apa?” tanya teman-teman kepada Kabi.

“Tak apa-apa. Terima kasih, ya, kalian menolongku.”

“Ya, kalau kita bersatu, musuh bisa kita kalahkan,” ujar teman Kabi dengan bijak.

Baru saja mereka selesai bercakap-cakap. Sosok monster itu menghampiri mereka. Para kambing segera bersiaga. Mereka entak-entakkan kakinya untuk menyeruduk monster itu.

“Cukup, Aku Kancil!”

Kabi dan teman-temannya terkejut. Kancil melepas topengnya.

“Aku sengaja melakukan ini untuk memberi pelajaran kepada Kabi karena dia keras kepala.”

Kabi menunduk malu. “Maaf, saya mengakui kesalahan saya. Selama ini, saya egois.”

“Ingatlah baik-baik, keegoisan dapat merusak persatuan kita!” seru Kancil sambil menepuk punggung Kabi.

Tok, tok, tok, tok. Ki Azzam pun mengakhiri pertunjukkannya. Semua penonton bertepuk tangan. *

logo baru nusantara bertutur

Oleh Tim Nusantara Bertutur
Penulis: Acep Yonny
Pendongeng: Paman Gery (Instagram: @paman_gery)
Ilustrasi: Regina Primalita