Bunda heran melihat sikap Ratna. Setelah makan siang Ratna langsung masuk ke kamar dan mengurung diri.
“Ada apa dengan Ratna? Kalian sedang bertengkar?” tanya Bunda pada Retno, saudara kembar Ratna.
“Kami tidak bertengkar, Bun,” jawab Retno, siswi kelas 4 sebuah sekolah dasar di Semarang, Jawa Tengah.
“Tapi kalian kok saling diam begitu?” tanya Bunda lagi.
“Tidak tahu, Bun. Ratna jadi cemberut setelah pengumuman hasil lomba menulis di sekolah tadi. Aku mendapat juara 1 Bun, tapi Ratna tidak juara. Mungkin Ratna marah sama aku, karena kalah lomba.” Retno tertunduk sedih.
“Ratna nggak marah sama Retno, kok. Ratna cuma sedih, karena belum bisa jadi juara lomba menulis. Nanti juga Ratna akan ceria lagi,” hibur Bunda.
Sore harinya di kamar.
“Ratna, tidak baik lho marahan sama Retno. Kalian itu bersaudara. Jadi harus akur dan saling menyayangi satu sama lain,” ujar Bunda lembut pada Ratna.
“Aku kesal Bun, sama temen-temen di sekolah yang selalu membanding-bandingkan aku dengan Retno. Seperti tadi pagi di sekolah, waktu Retno diumumkan jadi juara 1 lomba menulis. Karena kami kembar, teman-teman menganggap aku juga harus jadi juara seperti Retno,” jelas Ratna.
“Sayang, kalian memang kembar. Wajah boleh serupa, tapi prestasi kalian tak akan selalu bisa sama,” ungkap Bunda kemudian pada Ratna dan juga Retno.
“Maksud Bunda?” tanya Ratna dan Retno bebarengan.
“Di dunia ini tidak ada bakat atau kelebihan yang Tuhan ciptakan sama persis, meskipun kembar. Jika Retno berbakat menulis, pasti Ratna juga punya bakat di bidang yang lain.”
“Kira-kira apa bakatku, Bun?” tanya Ratna penasaran.
Bunda terdiam sejenak, “Coba Bunda tanya. Lukisan-lukisan yang tergantung di dinding kamar kalian siapa yang buat?”
“Aku, Bun,” Ratna tunjuk jari.
“Nah jadi bakat Ratna melukis dan Retno menulis.”
“Iya Bun,” jawab Ratna dan Retno kompak.
“Bunda punya ide. Gimana kalau kedua bakat kalian disatukan. Berkolaborasi dalam karya.” Bunda lalu keluar kamar sejenak dan kemudian kembali dengan sebuah majalah anak-anak di tangannya.
“Di majalah ini ada lomba komik untuk anak-anak. Bagaimana kalau Ratna yang membuat ilustrasi gambarnya dan Retno yang menulis, membuat jalan ceritanya,” ujar Bunda sambil menunjukkan pengumuman lomba komik tersebut kepada kedua putri kembarnya.
“Setuju, Bun,” seru Ratna dan Retno antusias.
Sebulan kemudian, Bunda membawa kabar gembira. Komik hasil karya kolaborasi Ratna dan Retno berhasil menjadi salah satu pemenang lomba.
Ratna yang pandai melukis dan Retno yang pandai menulis, kalau keduanya bersatu, ternyata juga bisa menghasilkan karya yang beroleh penghargaan membanggakan. Ibarat pepatah, bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. *