logo nusantara bertutur

 

 

 

Lantunan suara merdu para siswa-siswi terdengar dari aula sebuah sekolah dasar negeri di Jepara, Jawa Tengah. Sebulan lagi, acara pentas seni penyambutan siswa baru akan diadakan. Para siswa-siswi yang terlibat dalam acara pentas seni sedang giat berlatih.

Gundul-gundul pacul-cul, gembelengan… Nyunggi-nyunngi wakul-kul, gembelengan… Wakul ngglimpang segane dadi sak ratan…”

Belum selesai tim paduan suara menyanyikan lagu Gundul-gundul Pacul, pintu aula tiba-tiba terbuka. Tampak Bu Dewi, guru bahasa Indonesia datang tergopoh-gopoh memberi kabar kepada Bu Dina, guru yang melatih tim paduan suara sekolah. Bu Dewi berkata, bapak kepala sekolah ingin tim paduan suara menambah jumlah lagu yang akan dinyanyikan di pentas seni.

“Lagu apa lagi, yaa?” tanya Bu Dina bingung. Anak-anak asuhannya sudah berlatih empat buah lagu, yaitu lagu kebangsaan Indonesia Raya, dan tiga lagu daerah dari Jawa Tengah, tempat mereka menuntut ilmu, seperti Gundul-Gundul Pacul, Lir-Ilir, Gambang Suling.

“Bagaimana kalau lagu-lagu daerah dari berbagai daerah di nusantara, saja, Bu? Biar nanti para siswa jadi mengerti bahwa Indonesia itu sangat kaya. Termasuk kaya akan berbagai bahasa daerah,” usul Bu Dewi.

“Iya, Bu. Saya sangat suka lagu Yamko Rambe Yamko dari Papua,” cetus Dinda tiba-tiba.

Sayang sayang, Si Patokaan…,” Dina tiba-tiba bersenandung. ”Si Patokaan dari Sulawesi Utara, bagus, Bu,” lanjutnya.

“Kalau saya suka sekali dengan lagu daerah dari ayah saya berasal, Bu. Lagu Batak. Judulnya Sik-sik Batu Manikam,” ujar Thomas.

“Daerah asal Ibu saya, Sumatra Barat, juga punya lagu daerah bagus, Bu. Kambanglah Bungo, judulnya,” Kata Rara tak mau kalah.

“Janger dari Bali juga tak kalah bagus Bu. Nanti kita bisa bernyanyi sambil menari,” sahut Putu bersemangat.

“Menari sambil bernyanyi? Wah, itu ide bagus. Jika ada lagu yang bisa kita sisipkan koreografi, kenapa tidak?” dukung Bu Dewi.

Tiba-tiba, memang banyak ide mengalir begitu saja.

”Boleh. Tapi Ibu juga ingin  ada satu lagi tambahan lagu wajib nasional. Lagu wajib nasional kan berbahasa Indonesia. Jadi nanti kita perlihatkan bahwa kita memang kaya akan bahasa daerah. Tapi kita juga punya bahasa pemersatu, Bahasa Indonesia. Jadi kita semua bangga akan keberagaman kekayaan bahasa daerah kita masing-masing, namun kita juga tetap bersatu, bhinneka tunggal ika,” ucap Bu Dina.

Para siswa-siswi  menyambut antusias. ”Setuju Bu!”

Lalu, tak lama kemudian Bu Dina, Bu Dewi, dan para siswa-siswi anggota tim paduan suara asyik berdiskusi untuk menentukan lagu-lagu lainnya yang akan ditampilkan di pentas seni.

Bu Dina tersenyum, sepertinya pertunjukan tim paduan suara dalam pentas seni kali ini akan terasa istimewa. *

Penulis: Salsabila Zahratusysyita
Pendongeng: Paman Gery (paman_gery)
Ilustrasi: Regina Primalita