Pukul sembilan malam. Santi memandangi wajah ibu yang berkeringat. Seharian ini ibu sibuk membuat kue.
“Santi, ini sudah jadi madumongso-nya, buat teman-temanmu. Katanya hari pertama masuk sekolah, mau tukar oleh-oleh liburan,” ujar Ibu.
“Santi malu, Bu. Madumongso kan jajan tradisional, bukan kue modern?” tukas Santi.
“Kenapa harus malu? Madumongso itu penganan khas Madiun, kota kelahiran Ibu. Siapa lagi yang akan memperkenalkan dan melestarikannya jika bukan kita?” Ibu tersenyum. “Ayo, lekas tidur. Ibu mau beres-beres dahulu.”
Keesokan paginya, terdengar sedikit keramaian di ruang kelas lima sebuah sekolah dasar di Jakarta Timur.
“Siapa yang mau bika Ambon Medan?” Togar mengedarkan kue berwarna kuning ke teman-temannya. Ajeng mengacungkan telunjuknya.
“Kamu bawa apa?” Dede mendekati bangku Ajeng.
“Tahu bakso. Mau?” jawab Ajeng.
Dede mengambil sepotong. “Wah, enak banget.”
Beberapa siswa mendekati meja Ajeng dan mencicipi tahu cokelat isi bakso tersebut. Sebentar saja, kudapan asal Ungaran itu habis.
Sebagian siswa lainnya tampak menikmati kue bika Ambon Medan yang dibawa Togar. Ada juga yang terlihat makan sale pisang khas Bandung di bangku Dede.
“Kok diam saja dari tadi?” Ajeng menepuk pundak Santi.
“Iya, mana oleh-olehmu, Santi?” tanya Togar.
Santi mengeluarkan wadah dari dalam tasnya. “Maaf, aku cuma bawa madumongso.”
Ajeng, Togar, Dede, dan teman-teman lain mengerubungi meja Santi.
“Rasanya…” Togar mengecap-ngecap.
“Tidak enak, ya?” tanya Santi cemas.
“Enak banget. Ini dari ketan, ya?”
“Iya. Tape ketan hitam dicampur santan dan gula Jawa.”
Tiba-tiba, Bu Risma masuk kelas. “Ada apa ini, kok ramai?”
Togar lalu menjelaskan ke Bu Risma, bahwa mereka sedang bertukar oleh-oleh jajanan khas dari daerah masing-masing.
“Bagus sekali yang kalian lakukan, anak-anak. Karena Indonesia memiliki beragam makanan khas. Tukar-menukar jajanan seperti ini merupakan salah satu cara memperkenalkan keberagaman Indonesia diantara sesama anak bangsa, sekaligus tentunya melestarikan makanan tradisional Indonesia,” kata Bu Risma.
“Selain itu, bagaimana caranya agar keberagaman makanan Indonesia tetap lestari, Bu?” tanya Togar.
“Mengadakan festival makanan daerah atau belajar membuat makanan khas tersebut.”
“Wah, bika Ambon Medan susah bikinnya. Saya bagian makannya saja, Bu.”
Seisi kelas tertawa mendengar kelakar Togar.
Bu Risma mendekati Santi. “Ibu boleh mencicipi madumongsonya?”
Santi mengangguk.
“Ini madumongso terlezat yang pernah ibu makan.”
Siswa kelas lima bertepuk tangan mendengarnya. Santi senang sekali karena semua orang menyukai madumongso buatan ibunya. *
Pendongeng: Kang Acep
Ilustrasi: Regina Primalita