Setelah Penilaian Tengah Semester (PTS) selesai, di SDN 1 Bulak Kandanghaur, Indramayu, Jawa Barat diadakan Pekan Olahraga Antar Kelas.
Zain, Ziyad, dan Zamit duduk-duduk di pinggiran lapangan sekolah yang luas, menonton pertandingan final sepak bola yang menampilkan pertandingan antara kelas VI A melawan kelas VI B.
Zain, Ziyad dan Zamit masih duduk di bangku kelas III.
“Aku menjagokan kelas VI B,” kata Ziyad yakin.
“Ah, kelas VI A yang akan jadi pemenangnya,” Zain tak mau kalah.
“Kelas VI B juara!” seru Ziyad.
“VI A yang angkat tropi pemenang!” balas Zain.
Keduanya lalu terdiam melihat Zamit tampak khusyuk mengamati kedua tim yang kelihatannya imbang memainkan si kulit bundar
“Kamu sendiri pilih tim mana, Zamit?” tanya Zain penasaran.
“Zamit pasti pilih kelas VI B, iya kan?” ucap Ziyad.
“Kalian mau nonton bola atau bertengkar?” tanya Zamit pada kedua sahabatnya.
“Nonton bola, tapi sekaligus jadi suporter tim kesayangan,” jawab Ziyad.
“Suporter,” jelas Zain.
“Ya sudah, lihat saja pertandingannya! Siapa pun pemenangnya akan ditentukan oleh jumlah gol yang dimasukkannya.”
Zain dan Ziyad pun kesal dengan jawaban Zamit.
“Ah kamu, sok netral!” kata Ziyad.
“Iya, mana ada penonton tak memilih salah satu tim!” timpal Zain.
Rupanya, perdebatan mereka terdengar oleh Pak Agus, guru olahraga yang sejak awal memperhatikan ketiga siswanya.
“Lho, kalian kok jadi bertengkar?” ujar Pak Agus pada ketiganya.
Zain dan Ziyad pun menjelaskan pada Pak Agus perihal Zamit yang tak mau mendukung salah satu dari kedua tim yang bertanding.
“Kenapa kalian memaksakan pendapat? Bukankah siapapun boleh mendukung tim mana saja? Atau bahkan tak mendukung kedua-duanya?”
“Kami ini kan ingin jadi suporter, Pak!” Zain memberikan alasan.
“Iya Pak, memberi dukungan pada tim kakak kelas,” Ziyad pun tak mau kalah.
“Boleh-boleh saja menjadi suporter, tapi jadilah suporter yang baik. Tidak boleh memaksa orang lain untuk mendukung tim jagoan kita, dan juga harus menghormati orang yang berbeda pilihan dengan kita,.”
Zain dan Ziyad mengangguk-angguk mendengar nasehat gurunya.
“Nah, kalian pernah dengar tidak ada suporter sepak bola yang meninggal dikeroyok karena berbeda dukungan?”
“Pernah, pak,” jawab ketiganya serempak.
“Kalian ingin tahu kenapa itu terjadi?”
Zain, Ziyad dan Zamit menggeleng.
“Karena para suporter yang mengeroyok itu, tidak cinta damai, tidak menghormati perbedaan, dan tidak berjiwa sportif.”
“Maafkan kami Pak, mulai hari ini kami mau jadi suporter yang baik, sportif, dan cinta damai,” ucap Zain kemudian. Yang diikuti oleh anggukan Ziyad dan Zamit.
Pak Asep tersenyum melihat ketiga siswanya saling bersalaman dan berpelukan. *