Kamis sore yang cerah, terdengar lantunan tembang dari tape recorder sebuah sanggar tari di Kota Klaten, Jawa Tengah.
“Satu, dua, tiga … lempar!” Kak Santi memberikan aba-aba untuk memainkan sampur. “Yang masih kesulitan, silakan melihat Lisa.”
Sontak, sesosok bocah perempuan di barisan terdepan yang menarikan Tari Gambyong dengan gemulai menjadi pusat perhatian.
“Setop. Bukan begitu, Zahro.” Kak Santi mematikan musik. “Tangannya jangan tegang.”
Kak Santi lalu berkata, “Lisa, coba kamu praktekkan, biar semua melihat.”
Terdengar decak kagum kemudian, tatkala tangan Lisa memainkan sampur dengan indahnya. Lisa benar-benar mahir dan menjiwai tarian dari Surakarta tersebut.
“Terima kasih, Lisa.” Kak Santi bertepuk tangan.
“Jangan lupa semua, dua minggu lagi seleksi, ya? Hanya dua anak terbaik yang bisa mengikuti Festival Seni dan Budaya di Semarang. Latihannya cukup hari ini.”
Sesampainya di rumah, Zahro mengempaskan tubuhnya ke sofa dengan kesal.
Mamanya heran. “Anak cantik, pulang dari sanggar kok cemberut?”
Zahro menceritakan kejadian di sanggar tari. “Pasti yang terpilih nanti Lisa, Ma. Waktunya cuma dua minggu, padahal Zahro juga ingin lolos seleksi.”
“Zahro pun bisa seperti Lisa,” kata Mama.
“Zahro tidak punya bakat menari seperti Lisa, Ma.”
“Siapa bilang kamu tidak berbakat? Mama nilai, kamu juga punya bakat. Bukan hanya bakat yang menentukan seseorang bisa mahir Tari Gambyong, atau kesenian lainnya. Ketekunan dalam berlatih, itu juga penting.”
“Kalau begitu, Zahro mau latihan setiap hari. Mama ajarin, ya?” ujar Zahro.
“Baiklah. Kita mulai dari besok jam delapan malam, sehabis belajar.”
Keesokan malamnya, Zahro mulai berlatih tari Gambyong bersama Mama. Berkali-kali Zahro gagal meliukkan telapak tangan dan memainkan sampur.
“Duh, susah ya, Ma?”
“Tak ada yang susah jika berlatih terus. Tari Gambyong merupakan perpaduan keluwesan antara gerakan kaki, lengan, tubuh, dan kepala. Jadi dibutuhkan ketekunan mempelajarinya. Ayo semangat, katanya ingin lolos seleksi.”
Zahro mengangguk.
Begitu seterusnya setiap malam, Zahro berlatih Tari Gambyong secara sungguh-sungguh. Hingga tak terasa, waktu seleksi pun tiba.
Sepuluh bocah perempuan anggota sanggar berlenggak-lenggok mengikuti irama Tari Gambyong. Lima belas menit kemudian, Kak Santi menyudahi tarian dan mengajak siswanya duduk melingkar. Semua berharap bisa lolos seleksi, termasuk Zahro.
“Bagus. Kalian semua sudah banyak kemajuan. Namun untuk festival, kuotanya hanya untuk dua anak. Selamat untuk Lisa dan Zahro. Kalian berdua lolos seleksi.”
Zahro tersenyum. Ketekunannya berlatih akhirnya berbuah manis. Ia ingin segera pulang dan mengabarkan berita gembira ini ke Mamanya. *
Pendongeng: Kang Acep
Ilustrasi: Regina Primalita