Selama satu dekade terakhir, keluarga di ASEAN terus memprioritaskan keluarga sebagai fondasi utama. Mereka mengadopsi nilai-nilai baru dari informasi dan perspektif global, sembari memperkuat nilai-nilai tradisional yang khas ASEAN, terutama Indonesia.
Hal itu menjadi temuan penelitian Hakuhodo Institute of Life and Living ASEAN (HILL ASEAN) terkait perubahan sikap dan perilaku masyarakat berkeluarga di regional ASEAN yang dipaparkan pada HILL ASEAN FORUM 2024 di Jakarta, Rabu (26/6/2024). Penelitian komprehensif ini mencakup survei kuantitatif serta kunjungan rumah di enam negara ASEAN: Thailand, Indonesia, Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Singapura.
Devi Attamimi, Institute Director HILL ASEAN dan Direktur Hakuhodo International Indonesia, menyampaikan bahwa temuan kali ini sangat istimewa. Indonesia, untuk pertama kalinya, menjadi negara yang memaparkan hasil studi ini sekaligus merayakan 10 tahun berdirinya HILL ASEAN.
Hasil temuan HILL ASEAN mengungkap nilai-nilai baru dari sei-katsu-sha keluarga di ASEAN. Sepuluh tahun lalu, kemajuan teknologi seperti media sosial dan panggilan video memungkinkan keluarga yang tinggal berjauhan untuk tetap terhubung secara terus-menerus. Namun, koneksi yang terhubung 24/7 (always-on connection) kini justru menjadi beban.
Sebaliknya, anggota keluarga sekarang lebih memilih untuk berbagi informasi sesuai permintaan, memilih waktu dan topik yang paling relevan (sharing-on-demand). Perubahan ini telah memperkuat, bukan melemahkan, ikatan keluarga karena mereka memanfaatkan platform seperti media sosial untuk saling memberi kabar terbaru.
Anak-anak merupakan simbol untuk mewujudkan nilai serta kreativitas keluarga. Keunikan mereka adalah hal yang penting bagi keluarga ASEAN karena dijadikan panutan bagi keluarga lain. Untuk menjadi unik, keluarga akan memanfaatkan berbagai platform, memilih aktivitas yang berbeda dari yang umum, hingga menyesuaikan tradisi guna menampilkan keunikan keluarga mereka.
Seiring dengan berkembangnya ekonomi ASEAN dan berkembangnya individualisme, terdapat peningkatan yang nyata dalam penghormatan terhadap privasi dan otonomi di masyarakat. Perubahan ini telah membuat orang tua di ASEAN kini lebih memprioritaskan mengajarkan anak-anak berpikir kritis dan memberi mereka kebebasan yang lebih besar. Dengan melakukan itu, mereka mewujudkan aspirasi generasi orang tua yang sebelumnya tidak tercapai.
Berbeda dengan pengasuhan ketat di masa lalu, keluarga di ASEAN saat ini dipandang bukan hanya sebagai investasi atau asuransi untuk masa depan, tetapi lebih sebagai sumber pertumbuhan dan kebahagiaan. Pola pengasuhan menghadirkan rasa terbimbing dan kebijaksanaan bagi anggota keluarga.
Di wilayah ASEAN, keluarga dianggap sebagai kekayaan sejati, terutama dalam menghadapi tantangan yang tak terduga. Keluarga memberikan tidak hanya stabilitas finansial, tetapi juga cinta serta kebahagiaan. Anggota keluarga dapat selalu bergantung satu sama lain, baik sekarang maupun di masa depan.
Orang-orang di ASEAN sangat menghargai tradisi dan prinsip keluarga mereka, melihatnya sebagai kunci untuk menumbuhkan nilai-nilai moral yang kuat dalam hidup serta meneruskannya kepada generasi berikutnya. Keyakinan ini membuat mereka berpikir bahwa individu berkeluarga dipersepsikan memiliki karakter yang baik dan lebih diterima oleh masyarakat.
Di ASEAN, mayoritas masyarakat percaya bahwa dinamika keluarga didasarkan pada kesetaraan. Ini bukan tentang pembagian peran 50/50 tetapi lebih tentang fleksibilitas, memungkinkan setiap anggota memberikan kontribusi sesuai dengan kekuatan mereka dan merasa dihargai karenanya. Keseimbangan kekuasaan ini membantu menjaga keharmonisan dalam keluarga.
Pada keluarga Indonesia, ditemukan sejumlah hal unik dan mencolok dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Indonesia menjadi negara dengan persentase tertinggi di ASEAN (84 persen) yang mempercayai, pendidikan agama atau kepercayaan religius merupakan kunci untuk menjadi orang yang baik dan berbudi luhur. Selain itu, di Indonesia, orang tua menerapkan “experimental syncretic parenting” atau gaya pengasuhan progresif, di mana mereka menciptakan gaya pengasuhan sendiri, namun tetap menjunjung tinggi tradisi serta kepercayaan religius.
Seimbang aspek modern dan keyakinan tradisional
Pada kesempatan yang sama, Irfan Ramli, Chairman of Hakuhodo International Indonesia mengungkapkan bahwa penelitian ini menemukan bahwa keluarga Indonesia dikenal sebagai The Devoted Weaver, mereka menekankan keseimbangan antara aspek modern dan keyakinan tradisional. Berdedikasi kepada agama atau keyakinan dan kepada generasi serta keluarga.
Orang tua memegang peran kunci dalam kehidupan keluarga, memberikan kebebasan bagi anggota keluarga untuk membentuk gaya hidup dan pandangan hidup mereka. Penelitian HILL ASEAN mengindikasikan, keluarga-keluarga di ASEAN terus berpegang pada nilai-nilai tradisional sambil mengadopsi nilai-nilai baru, menciptakan struktur keluarga yang tangguh dan adaptif yang mampu menghadapi kompleksitas kehidupan modern sambil tetap setia pada akar budaya mereka.
Hakuhodo International Indonesia dan Hakuhodo di seluruh dunia beroperasi berdasarkan filosofi sei-katsu-sha. Irfan menegaskan, sebagai pemimpin industri, Hakuhodo menyadari pentingnya dinamika keluarga sebagai fondasi kuat dalam membentuk karakter, kepribadian, dan pengambilan keputusan individu.
HILL ASEAN percaya bahwa konsumen ASEAN menunjukkan fleksibilitas tinggi dalam merekonstruksi nilai, menilai ulang nilai-nilai tradisional sambil merangkul konsep-konsep baru. Keluarga Indonesia berkomitmen pada agama, generasi masa depan, dan keluarga, dengan memprediksi bahwa tren penggabungan nilai-nilai baru dan tradisional dalam keluarga ASEAN akan terus berlanjut.
Penelitian dilakukan melalui survei online yang mencakup wilayah Thailand, Indonesia, Malaysia, Filipina, Vietnam, Singapura, dan Jepang. Ukuran sampel penelitian ini adalah 4.900 responden yang terdiri atas pria dan wanita usia 20-49 tahun, SEC A-C, didistribusikan ke dalam tiga segmen: Keluarga Konvensional, Solo (tinggal sendiri/tanpa pasangan) dan DINKS (Double Income No Kids; dua sumber penghasilan tanpa anak). Periode survei dilakukan pada Januari 2024.
Selain itu, penelitian juga menggunakan metode kunjungan rumah yang mencakup wilayah Thailand, Indonesia, Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Singapura. Ukuran sampel penelitian ini adalah 36 responden yang terdiri dari pria dan wanita usia 20-49 tahun, didistribusikan ke dalam tiga segmen: Keluarga Konvensional, Solo (tinggal sendiri/tanpa pasangan) dan DINKS (Double Income No Kids; dua sumber penghasilan tanpa anak). Periode survei dilakukan pada Oktober – November 2023.