Di Indonesia, sangat sedikit buku yang mengkaji hubungan dunia Barat dan Islam. Hal ini dikatakan Buya Syafii Maarif dalam endorsement buku Dunia Barat dan Islam: Cahaya di Cakrawala karya Sudibyo Markus. Lantaran hal itu, karya ini menjadi penting dan patut diapresiasi sebagai upaya serius mengupas hubungan dua komunitas agama yang sama-sama berkiblat pada episentrum spiritual Nabi Ibrahim, Kristen dan Islam.
Buku setebal 497 halaman yang mendapat kata pengantar dari Prof Azyumardi Azra, Romo Prof Franz Magnis Suseno, dan Prof James L Peacock dari North Carolina State University itu berusaha merangkum empat tonggak sejarah hubungan antara dunia Barat dan Islam. Tonggak itu adalah Perang Salib (1095–1927), Nostra Aetate dari Konsili Vatikan II (1965), surat terbuka A Common Word dari 308 ulama dan cendekiawan Muslim kepada Paus Benediktus XVI dan seluruh pemimpin tertinggi gereja (13 Oktober 2007), dan Agenda for Humanity dari World Humanitarian Summit (Instanbul, 23–24 Mei 2016)
Menurut Sudibyo Markus, Perang Salib berdarah yang berlangsung selama dua abad tersebut, betapapun banyak membawa kerugian pada pihak Islam maupun Kristen, merupakan suatu dialog peradaban yang kemudian mengantar dunia Barat pada proses kebangkitan melalui proses renaissans, reformasi, dan kebangkitan kapitalisme yang mendorong kolonisasi untuk menguasai sumber daya alam dan pasar.
Kolonisasi yang semula dipacu oleh motif ekonomi, belakangan bergeser ke motif penginjilan dan penaklukan dunia Islam. Pandangan buruk dan gelap tentang Islam juga semakin berubah ketika ilmu orientalisme yang semula dikembangkan di Barat untuk mencari kelemahan Islam juga memberikan kontribusi bagi perubahan pemahaman ke arah yang semakin positif.
Namun, perubahan positif dan drastis dunia Kristen terhadap Islam terjadi ketika Konsili Vatikan II (1965) mengeluarkan pernyataan tentang Nostra Aetate atau Zaman Kita, tentang hubungan gereja dengan agama-agama non-Kristiani, yaitu Gereja Katolik bersedia menghargai agama Islam, serta mengajak melupakan permusuhan pada masa lalu.
Selama 50 tahun, dunia Islam senyap dan baru merespons uluran tangan perdamaian Gereja tersebut ketika pada 2007 sejumlah 308 ulama dan cendekiawan Muslim mengirim surat terbuka kepada Paus Benediktus XVI dan semua petinggi Gereja sedunia berjudul “A Common Word between Us and You”, berupa ajakan untuk bersama-sama membangun perdamaian, yang secara spontan direspons positif oleh pihak Gereja.
Dalam buku Dunia Barat dan Islam: Cahaya di Cakrawala ini, dijelaskan bahwa A Common Word yang digagas oleh Pangeran Prof Gahzi bin Muhammad, penasihat Raja Abdullah II tersebut, dikembangkan dari Deklarasi Amman 2005 (Amman Message 2005) yang diakui oleh pihak Barat maupun Islam sendiri sebagai first of its kind, pertama terjadi, ketika ulama dan cendekiawan Muslim bersatu melawan radikalisme, ekstremisme serta merindukan perdamaian dunia. A Common Word juga dianggap respons tepat setelah kesenyapan dunia Islam selama 50 tahun pasca Konsili Vatikan II.
Apa yang dijabarkan dalam buku ini menyisakan “pekerjaan rumah” bagi umat Kristen dan Islam, untuk mewujudnyatakan kerja sama umat beragama ke dalam berbagai best practices. Karya-karya nyata kemanusiaan bersama, dari tingkat lokal, nasional, hingga ke ranah internasional. [*]