Suatu hari, Pak Lana memelihara ayam baru. Namanya Coki. Pak Lana berniat ingin mengikutsertakan Coki juga dalam kontes menyanyi tahun ini.
“Apa? Coki mau menyaingiku? Ha-ha-ha, tidak mungkin! Aku lebih tampan. Suaraku juga lebih merdu!” Beki meremehkan Coki.
Namun, Coki tidak menghiraukannya. Ia tetap bersemangat. Ini adalah kali pertama ia akan ikut kontes.
“Cukir, cukir, cukir!” Setiap hari Coki selalu berlatih bernyanyi.
Sedangkan Beki, ia hanya kerap menertawakan Coki. Beki enggan berlatih. Pikirnya, percuma berlatih karena suaranya sudah bagus. Beki jemawa.
Tibalah hari yang ditunggu. Pak Lana membawa Beki dan Coki dengan penuh semangat ke kontes. Semua ayam bersiap-siap. Kontes menyanyi ayam bekisar akan dimulai.
“Cukir!” Beki sedang menampilkan suara terbaiknya.
“Cukir! Cu-cu-cukir…” Tiba-tiba suara Beki serak. Tenggorokannya sakit. Beki kurang berlatih akhir-akhir ini. Sekarang, ia tak bisa bersuara lantang dengan baik.
“Cukir! Cukir!” Beki tetap memaksakan diri untuk bernyanyi. Ia terus berusaha menyelesaikan penampilannya sambil menahan rasa sakit.
Kini, tiba giliran Coki untuk tampil.
“Cukir!” Coki mulai bernyanyi. Ia sangat percaya diri. Coki sudah berlatih. Penampilannya cukup lancar dan bagus hari ini.
“Cukir! Cukir!” Coki terus bernyanyi dengan merdu.
Setelah semua ayam selesai berlomba, kini tibalah pengumuman pemenang. Siapa, ya, kira-kira pemenangnya?
Ya, pemenangnya adalah Coki. Ia mendapat juara pertama. Tidak ada usaha yang sia-sia. Coki sudah rajin berlatih. Ia pantas mendapatkan juara.
Lalu, bagaimana dengan Beki? Beki kali ini tidak mendapat juara. Sekarang, tenggorokan Beki juga sakit dan tidak bisa bernyanyi lagi karena kesombongannya.
“Aku menyesal. Maafkan aku, Coki. Aku salah karena sudah meremehkan dan tidak menghargaimu,” ucap Beki pada Coki sambil tertunduk lesu. *
Penulis: Ayu Dianita Kurnia Putri
Pendongeng: Paman Gery (Instagram: @paman_gery)
Ilustrasi: Regina Primalita