Setiap masakan dari berbagai penjuru dunia memiliki kekhasan serta mengemban nilai budaya dan historis tersendiri. Mulai  yang disajikan di pinggir jalan hingga di restoran mewah sekalipun. Kentalnya budaya dan nilai personal acap kali membuat orang merindukan masakan tersebut. Tak terkecuali masakan rumah buatan popo.

Flo didepan kedai claypot popo

Popo, yang merupakan panggilan akrab etnis Tionghoa pada nenek, memiliki peran besar dalam kehidupan Florencia Calista Tavares (30). Flo, demikian ia disapa, adalah pemilik kedai makanan Claypot Popo.

Sejak kecil, Flo dibesarkan sang popo. Maklum, orangtua Flo banyak menghabiskan waktu mengurus bisnis di luar kota.

Tentu saja, makanan yang diracik popo menjadi hidangan sehari-hari yang biasa dinikmatinya hingga kini. Terinspirasi ketulusan popo menyuguhkan beragam hidangan China rumahan untuk cucunya, Flo pun membuka kedai makan Claypot Popo sejak 2014.

Chinese comfort food

Flo berujar, “Claypot Popo merupakan bentuk gratitude seorang cucu, kepada popo yang telah membesarkannya. Untuk itu, menu yang disajikan di kedai saya ini terinspirasi dari chinese comfort food yang ada di rumah tempat si cucu ini dibesarkan.”

tampak depan claypot popo

“Jika Anda melihat logo Claypot Popo, terdapat tulisan China yang merupakan nama popo saya, Tan Siu Tjoe. Saya masukkan nama beliau, sebagai wujud terima kasih kepadanya, sekaligus bentuk blessing by her,” tambah Flo.

Berbicara mengenai definisi comfort food, ada banyak makna dan pengertian yang sama-sama mengacu bahwa inilah makanan yang memberikan kenyaman dan memunculkan nostalgia serta memengaruhi sisi emosional kita. Hal itulah yang berupaya disuguhkan Flo melalui racikan menu di Claypot Popo.

Empat tahun silam, berawal dari hobi bertualang kuliner dan mencoba hal baru, perempuan muda ini (yang lebih dulu bekerja di agensi periklanan) menjajal peruntungan dengan membuka kedai makan. Menu yang dipilih adalah menu claypot yang berawal dari eksperimen memadukan resep sang papa, yakni muntahu siram matang dengan campuran nasi goreng yang tekstur nasinya sedikit perak, kesukaannya.

Lalu, selama 1,5 tahun pertama berdagang, Flo hanya berjualan satu menu, yaitu claypot siram telur mentah atau matang dengan pilihan daging ayam atau sapi. Tujuannya kala itu, selain berbekal idealisme memperkenalkan comfort food versinya, sekaligus ingin menunjukkan kepada penikmat kuliner bahwa masakan China itu amat beragam, termasuk nasi siram dalam claypot.

Kala itu, Flo membuka kedai makan di kawasan Pasar Santa, Jakarta Selatan, yang dengan cepat menarik antusiasme penikmat kuliner Ibu Kota, karena rasanya yang lezat dan penyajian yang cukup unik.

Claypot menjadi klop

Alasan Flo memilih memakai claypot di setiap penyajian karena wadah tersebut membuat tekstur nasi tidak lembut. Sebaliknya, bertambah garing setelah dipanggang dengan claypot. Ketika dicampur kuah muntahu, rasanya pun menjadi klop. Tidak menjadi nasi kuah, tapi kekentalannya pas. Metode memasak yang sudah dikenal sejak zaman Romawi Kuno ini membuat nutrisi dalam makanan tetap terjaga, aroma masakan pun semakin nikmat.

 

Lama-kelamaan permintaan pelanggan Claypot Popo pun semakin banyak. Mereka menginginkan penambahan menu sehingga Flo memutuskan membuat menu kedua, yaitu menu claypot dadar caipoh.

Menu ini terinspirasi masakan popo. Dia mengingat di masa kecilnya, popo acap kali memberikan masakan dengan ikan asin dan caipoh (lobak kering) jika ia susah makan. Lantas, claypot dadar caipoh merupakan hasil modifikasi yang merupakan nasi berbumbu ditambah telor dadar dengan caipoh dan potongan wortel.

Seiring waktu, menu di kedai makan milik Flo akhirnya bertambah. Kini pelanggan setianya bisa menikmati variasi menu seperti claypot sapi cah bawang putih claypot misua tahu telur asin.

Ada pula menu tambahan claypot locupan ayam asam manis, maupun claypot misua goreng yang diluncurkan sejak bulan Ramadhan lalu.

Khusus untuk menu tambahan, barulah bisa dinikmati di Claypot Popo cabang Sabang. Demikian pula dengan menu cah sayur. Flo memasukkan menu cah sayur seperti fumak, kailan, dan siongmak sebagai pelengkap menu utama.

Menariknya lagi, suasana dari kedai makan China rumahan pun semakin terasa berkat adanya menu camilan seperti telur setengah matang dan roti tim. belum lagi dengan pilihan minuman seperti kopi tarik maupun teh tarik, yang diracik sendiri.

Tampil apa adanya

claypot popo lantai 1

Setahun lalu Claypot Popo berpindah lokasi, tepatnya di kawasan Sabang, Jakarta Pusat. Sementara, sang adik ikut meneruskan usaha Flo dengan membuka cabang di Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Tak disangka, perpindahan lokasi justru berhasil menambah pasar penggemarnya, yaitu pegawai kantor dan keluarga. Bertempat di kawasan ramai, Claypot Popo tampil bersahaja menempati ruang 2 x 10 meter berlantai dua.

Dari tampak luar, Claypot Popo di Jl Sabang, tampak seperti restoran China jadul dalam ukuran yang mungil. Dan benar saja, ketika masuk, pengunjung diajak untuk menikmati ciri khas tersebut.

lantai atas claypot popo

“Menurut saya, kekuatan dekorasi chinese resto itu adalah terlihat sisi sederhana dan apa adanya. Semuanya tak berlebihan. Barulah di lantai atas, saya membuat konsep lebih vibrant, ditujukan untuk anak muda, karena merupakan area makan di mana pengunjung dapat merokok. Kedai ini juga dapat menampung hingga 50 orang.”

Berbahagia

Kini dengan bisnis yang ditekuninya, kedai makan milik Flo semakin dikenal dan dikunjungi penikmat kuliner Ibu Kota. Rasa lezat, menu yang unik, dan harga yang pas di kantong adalah perpaduan yang membuat Claypot Popo kian digemari dan dicari.

“Menurut saya, dalam berbisnis makanan, value yang terpenting. Saya sudah happy dengan marjin segitu. Tingkat bahagia saya juga semakin bertambah, bila saya melihat ada customer datang kembali. Apalagi jika kami bisa berkenalan dan obrol-obrol,” sambungnya antusias.

Lalu, sebagai wirausaha muda, Flo tidak mau berencana terlalu muluk-muluk. Rencana terdekat, adalah membuka cabang di Jakarta Selatan.

Flo menekankan, ”Selama menjalani bisnis kuliner dalam empat tahun terakhir, saya merasa tantangan terbesar justru adalah mental kita. Apakah kita siap sampai di titik terbawah atau tidak.”

“Selanjutnya adalah intuisi yang diperlukan untuk melihat ke depan dan membaca pasar. Serta yang terpenting adalah maintaining. Hingga sekarang, tugas saya dalam me-maintain adalah bagaimana caranya mendatangkan customer, untuk makan, puas, lalu dia balik berkunjung lagi ke sini. Itu semua menjadi satu kesatuan yang harus ada,” tandasnya.  [AJG]

 

 

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 24 Agustus 2018.