Sore yang tenang di tanah pertanian keluarga Alexander di Matamata, Selandia Baru, itu terusik suara ketukan di pintu. Begitu pintu dibuka, seorang periset lokasi film berdiri di depannya. Waktu itu 1998.

Tiga tahun setelahnya, film The Lord of the Rings menjadi perbincangan seluruh dunia. Popularitas Hobbiton, desa para Hobbit yang akhirnya dibangun di Matamata itu, juga meningkat pesat seiring kegandrungan penonton pada film yang dibuat berdasarkan novel karya JRR Tolkien ini.

Pesona Hobbiton menarik banyak wisatawan untuk datang, termasuk Verawati (36), pelancong dari Indonesia. “Aku suka sekali The Lord of The Rings. Di film itu, kita juga bisa melihat pemandangan Selandia Baru yang benar-benar indah,” tutur Vera, Selasa (23/2). Ia terpukau melihat bentangan tanah bergunung-gunung atau tebing yang menjulang magis di film tersebut.

Pada Januari 2016, Vera mengunjungi Selandia Baru dan mengalami sendiri lanskap yang memikatnya itu. Hobbiton tentu saja masuk ke dalam bucket list-nya. “Aku naik bus dari Auckland ke Matamata. Bahkan, sebelum sampai di Hobbiton, perjalanan itu sendiri sudah menghibur. Jalanannya halus dan pemandangan sekitar bagus,” cerita Vera.

Antusiasme itu memuncak ketika akhirnya Vera menjejak lokasi syuting The Lord of The Rings itu. Pintu-pintu kayu berbentuk lingkaran terselip di bawah gundukan tanah yang ditutupi rumput. Bunga-bunga perdu membuat pemandangan makin manis.

Cerita tentang desa para Hobbit yang hidup dibangun dengan beragam detail, misalnya tiruan makanan yang tampak nyata, yang dideretkan di atas meja-meja kayu di dalam rumah Hobbit. “Bahkan, ada jemuran yang bergantungkan pakaian para penghuni dunia tengah itu,” tambah Vera.

 

Replika

Pengalaman mengunjungi langsung Hobbiton, tempat para aktor kawakan The Lord of The Rings berlaga untuk film populer itu, memang tak tergantikan. Namun, lokasinya memang tak mudah dijangkau dari Indonesia. Biayanya cukup mahal, kita pun mesti meluangkan waktu khusus untuk menyambanginya.

Untuk sementara, bolehlah kita lebih dulu mengunjungi replikanya di Farm House, Jalan Raya Lembang, Bandung Barat. Farm House adalah tempat wisata keluarga yang merangkumkan sekaligus sejumlah paket rekreasi, seperti belanja, kuliner, bahkan interaksi dengan binatang-binatang di petting zoo-nya. Hobbiton yang terletak di area petting zoo menjadi daya tarik tersendiri.

“Hobbiton itu sebenarnya muncul agak tidak terencana,” ujar Ellen Tristianto, penggagas Farm House, sambil tertawa. Seraya menemani sejumlah pelancong dari Jakarta menyantap makan siang, Ellen bercerita, Selasa (19/1). Ia perlu menutup sebagian area petting zoo. Namun, ia ingin membuatnya lebih menarik. “Lantas saya kepikiran membuat Hobbiton,” tuturnya.

Nyatanya, Hobbiton itu kini menjadi sangat populer. Sebagian besar orang yang berkunjung ke Farm House akan mengambil foto diri di depannya dan mengunggahnya ke media sosial. Sebagian bahkan berkeliling petting zoo dengan balutan kostum tradisional Eropa, yang bisa disewa di tempat ini. Setelah berfoto dengan latar arsitektur tudor khas Inggris di bagian utara Farm House, pengunjung bisa langsung berjalan-jalan ke petting zoo di bagian selatan.

Anggi (32), pengunjung dari Jakarta, mengaku mengambil cuti dari pekerjaannya khusus untuk berjalan-jalan ke Lembang bersama suami dan kedua anaknya. Farm House menjadi salah satu destinasi utama. “Saya tahu tempat ini dari media sosial, heboh banget kayaknya rumah Hobbit di tempat ini,” kata Anggi.

Wisata memang tak semata tentang keelokan lanskap. Kerap, sejarah atau dongeng menjadi penggerak orang untuk datang, apalagi jika ditambah dengan garapan estetika yang serius. Farm House Lembang, contoh kecilnya. [NOV/ADT]

noted: Cerita dari Negeri Para Hobbit