Pada era digital ini, kemudahan berbelanja melalui berbagai platform online dan offline telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan modern. Namun, kemudahan ini juga membuka peluang munculnya perilaku buruk belanja impulsif.

Sebuah studi yang dipublikasikan di Journal of Consumer Physchology yang berjudul Reflective and Impulsive Determinants of Consumer Behavior pada 2006 menemukan bahwa 30-50 persen dari pembelian retail tergolong impulsif. Fenomena ini tidak hanya berdampak negatif pada keuangan, tetapi juga pada kesehatan mental dan hubungan interpersonal.

Apa itu belanja impulsif? 

Dalam sebuah jurnal ilmiah berjudul Memahami Impulsif Buying Dalam Proses Keputusan Pembelian Konsumen yang dipublikasikan pada 2022, belanja impulsif didefinisikan sebagai pembelian yang tidak rasional, tanpa perencanaan, namun muncul konflik pikiran dan dorongan emosional sesaat.

Belanja impulsif kini semakin banyak terjadi karena kemunculan e-commerce. Sebuah survei kolaborasi yang dihadirkan Kominfo pada 2020 menyebutkan penjualan daring naik 400 persen selama pandemi.

Mengapa belanja impulsif bisa terjadi?

Ada beberapa faktor yang dapat mendorong seseorang untuk melakukan belanja impulsif, antara lain:

1. Emosi dan Perasaan

Ketika merasa senang, sedih, stres, atau bosan, kamu mungkin mencari hiburan atau pengalihan dengan membeli barang-barang yang diinginkan. Belanja dapat memberikan rasa kepuasan sementara, tetapi tidak selalu menjadi solusi yang tepat.

2. Pengaruh Lingkungan

Lingkungan sekitar, seperti teman, keluarga, atau iklan, dapat mempengaruhi kamu untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Tren dan gaya hidup yang ditampilkan di media juga dapat memicu keinginan untuk membeli sesuatu secara impulsif.

3. Kemudahan Akses

Kemajuan teknologi dan kemudahan berbelanja online atau melalui aplikasi mobile dapat mendorong kamu untuk lebih sering melakukan belanja impulsif. Proses pembayaran yang cepat dan mudah dapat mengurangi hambatan untuk membeli barang.

4. Kurangnya Kontrol Diri

Jika kurang mampu mengendalikan keinginan dan dorongan untuk membeli, kamu lebih rentan terhadap belanja impulsif. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor psikologis, seperti kurangnya kesadaran diri atau kemampuan untuk menunda kepuasan.

5. Kebiasaan dan Pola Pikir

Jika sudah terbiasa melakukan perilaku buruk itu, hal ini dapat menjadi pola perilaku yang sulit diubah. Pola pikir yang menganggap belanja sebagai cara untuk mengatasi masalah atau meningkatkan suasana hati juga dapat memperkuat kebiasaan ini.

baca juga : 5 Cara Belanja Online dengan Lebih Aman

Cara Mengatasi Kebiasaan Belanja Impulsif

Meskipun belanja impulsif sulit dihindari sepenuhnya, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikannya.

1. Buat Anggaran dan Prioritaskan Kebutuhan

Buat anggaran realistis yang fokus pada kebutuhan utama seperti tagihan dan tabungan sebelum membeli barang lain. Pantau pengeluaran untuk memahami pola belanja dan mengidentifikasi area yang perlu dikendalikan.

2. Tunda dan Evaluasi Pembelian

Tunda pembelian impulsif beberapa hari untuk mengevaluasi kebutuhan sebenarnya. Buat daftar barang yang diinginkan dan tinjau kembali sebelum memutuskan untuk membeli.

3. Hindari Pemicu dan Latih Kontrol Diri

Kenali dan hindari situasi yang sering memicu belanja impulsif, seperti pusat perbelanjaan atau media sosial. Praktikkan teknik kontrol diri seperti meditasi dan latihan pernapasan untuk mengalihkan perhatian dari keinginan belanja.

4. Libatkan Orang Terdekat dan Beri Penghargaan Diri

Minta dukungan keluarga atau teman untuk membantu mengendalikan perilaku tersebut. Beri penghargaan pada diri sendiri setiap kali berhasil menahan dorongan belanja itu untuk memotivasi perbaikan kebiasaan.

Belanja impulsif merupakan fenomena yang perlu diwaspadai di era digital ini. Dengan memahami faktor pendorongnya dan menerapkan strategi pencegahan, kita dapat mengendalikan dorongan belanja impulsif dan membangun kebiasaan belanja yang lebih sehat dan bertanggung jawab.

Dengan ,emahami psikologi di balik belanja impulsif, kamu bisa mengambil langkah-langkah untuk mengatasinya. Kemudian, kamu bisa menjaga keseimbangan keuangan, kesehatan mental, dan hubungan interpersonal.