Rumah kita sendiri adalah salah satu penghasil sampah terbesar. Sayangnya, kebanyakan sampah ini lantas hanya dipindahtempatkan ke tempat pembuangan akhir (TPA). Padahal, sampah organik dari dapur atau kebun bisa dengan mudah kita ubah menjadi pupuk kompos, yang akan menyuburkan tanah.
Potongan batang sayuran, kulit buah, daun pisang pembungkus tempe, kulit bawang, kulit telur, dan lain-lain adalah sampah organik yang sering kita “produksi”. Sisa-sisa ini sebenarnya adalah material berharga untuk menjadi bahan baku pupuk kompos.
Pembuatan kompos mengurangi produksi gas berbahaya
Sayangnya, sebagian besar dari kita mungkin masih membuang sampah organik ke TPA. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan, sekitar 60 persen sampah di TPA merupakan sampah organik. Ini justru akan menimbulkan masalah lain.
Di TPA, karena tertumpuk dengan sampah-sampah lain dalam jumlah yang masif, sampah organik akan terurai dengan proses tanpa oksigen (anaerob), yang akan menghasilkan gas metana yang berbahaya bagi bumi. Sebaliknya, kunci proses pengomposan adalah penguraian aerob atau dengan oksigen.
Cara membuat kompos
Alih-alih membuangnya, kita kelola saja sampah organik menjadi kompos. Hal ini bisa kita lakukan sendiri di rumah lho! Ini tahap-tahap yang harus kita kenali ketika akan memulai membuat kompos.
1. Pilih komposter
Komposter adalah wadah untuk mengolah kompos. Di tempat dengan lahan-lahan besar, sebenarnya membuat kompos bisa dilakukan di lubang sedalam 50–100 sentimeter yang digali di tanah. Namun, ini mungkin kurang praktis untuk yang tinggal di perkotaan. Di lahan terbatas, kita bisa menggunakan komposter. Seperti prinsip pengomposan yang aerob, wadah ini perlu berlubang atau berpori agar bisa mengakomodasi sirkulasi udara.
Ada beberapa jenis komposter yang bisa kita pakai. Bisa keranjang takakura yang permukaannya berlubang-lubang lalu kita lapisi dengan kardus di bagian dalamnya. Wadah dari gerabah juga baik sebagai komposter karena permukaannya yang berpori dan bisa menyediakan sirkulasi yang baik.
Komposter dapat pula drum atau ember yang kita lubangi bagian bawahnya. Ember/drum ini lalu diletakkan dengan alas tertentu agar lubang di bagian bawahnya tidak tertutup oleh permukaan tanah atau lantai.
Kini, di toko-toko daring dijual pula komposter dengan penyaring khusus yang bisa memisahkan kompos padat (yang berwujud seperti tanah) dan kompos cair. Biasanya ini berupa tong atau ember dengan keran di bagian bawahnya untuk memanen kompos cair. Ini juga pilihan yang praktis untuk warga urban.
2. Siapkan sampah hijau dan sampah cokelat
Perhatikan prinsip dasar ini ketika akan membuat kompos. Kita memerlukan empat jenis bahan, yaitu karbon (sampah cokelat), nitrogen (sampah hijau), air, dan oksigen. Sampah cokelat dan sampah hijau adalah sebutan yang merujuk pada kandungan unsur sampah itu; kita tidak bisa menentukannya dari sekadar melihat warnanya.
Contoh sampah cokelat adalah daun atau rumput kering, serbuk gergaji, sekam padi, serutan kayu, tangkai daun, atau kulit jagung. Sampah cokelat pada umumnya memiliki sifat fisik kering, kasar, berserat, dan kebanyakan berwarna cokelat.
Sementara itu, sampah hijau misalnya sayuran, buah, teh, kopi, rumput segar, kulit telur, pupuk kandang, atau kotoran ternak (bukan kotoran anjing/kucing). Agar lebih mudah diingat, kira-kira sampah hijau adalah bahan yang masih mengandung banyak air. Supaya lebih mudah terurai, sebaiknya cincang terlebih dahulu sampah hijau sebelum dimasukkan ke komposter.
Yang perlu dicatat, tidak semua sampah organik boleh dimasukkan pada komposter karena akan menghambat atau merugikan proses penguraian di dalam komposter. Anda tidak bisa memasukkan daging, tulang, minyak, lemak, susu, atau keju. Ini akan menghalangi reaksi penguraian di komposter serta menarik hewan-hewan seperti lalat yang menyebabkan munculnya belatung pada proses pengomposan. Jangan juga masukkan kotoran anjing atau kucing ke dalam komposter karena dapat membawa penyakit.
3. Campur bahan dan tambahkan aktivator
Perbandingan ideal sampah cokelat dengan sampah hijau adalah 2:1. Jika bahan sudah siap, campurkan dan masukkan ke dalam komposter. Kita juga membutuhkan bantuan aktivator atau pengurai, yaitu mikroorganisme hidup.
Oleh karena itu, sebagai aktivator Anda dapat juga menambahkan campuran pupuk kompos yang sudah jadi dan tanah, kotoran ternak, atau Effective Microorganism 4 (EM4). Bagi yang baru pertama kali akan membuat kompos, EM4 ini tersedia di toko-toko pertanian atau bisa dibeli secara daring.
Sesudah aktivator ditambahkan, siramkan atau semprotkan air gula atau air beras di atas campuran bahan. Ini akan menjadi makanan bagi mikroorganisme, yang akan mempercepat pertumbuhan mikroorganisme serta proses pengomposan. Perlu diingat, kelembaban yang direkomendasikan adalah 30 persen. Mengetesnya dalam genggaman tangan, campuran bakal kompos kita idealnya terasa seperti spons yang sudah diperas. Setelah kelembaban dirasa sesuai, tutup komposter Anda.
4. Aduk seminggu sekali
Setelah satu minggu, buka kembali komposter lalu aduk bahan-bahan di dalamnya. Lalu tutup lagi, dan ulangi pengadukan setiap minggu. Pada minggu pertama dan kedua, mikroba mulai bekerja menguraikan sampah. Pada tahap ini, suhu sampah biasanya akan naik menjadi sekitar 40 derajat celsius. Ulangi terus pengadukan sampai jangka 6 minggu.
5. Panen dan ayak
Sesudah 6 minggu, ini saatnya panen. Kompos dikatakan sudah jadi apabila warnanya sudah kehitaman dan tidak tercium lagi bau tak sedap khas sampah. Aroma dan tekstur kompos terasa lebih seperti tanah. Suhu kompos kira-kira 30 derajat celsius. Jika kompos sudah jadi, pisahkan bagian yang kasar dan halus dengan ayakan. Ambillah bagian yang halus. Pupuk kompos yang kasar dapat dicampurkan kembali ke dalam bak pengomposan sebagai aktivator.