Malaysia seolah menyadari, meningkatnya jumlah kelas menengah di Indonesia berpotensi besar menyumbang devisa untuk negaranya. Mereka berpromosi kian gencar. Gayung pun bersambut, sejumlah maskapai penerbangan Tanah Air membuka penerbangan langsung dari beberapa kota di Indonesia ke Kuala Lumpur (KL), Malaysia.

Keinginan otoritas Malaysia tampaknya terwujud. Saban musim liburan tiba, negara tersebut hampir dipenuhi wisatawan dari Indonesia. Malaysia Tourism Promotion Board pernah mengungkap data, pada 2012, jumlah wisatawan asal Indonesia yang berkunjung ke Malaysia mencapai 2,3 juta orang. Angka tersebut naik 11 persen dibanding 2011.

Tentu mereka punya trik khusus untuk membuat wisatawan mau mampir ke negerinya. Salah satunya adalah mengikuti pameran-pameran pariwisata yang digelar di Indonesia. Mereka memamerkan lokasi-lokasi yang enak didatangi dan apik dijadikan tempat berfoto jelang pernikahan. Beberapa tempat yang kencang disajikan Pemerintah Malaysia dalam iklan-iklan wisata, antara lain KL Tower, Langkawi, Malaka, dan Penang.

Apa lagi yang membuat turis Indonesia gemar pergi ke Malaysia? Jawaban lain yang masuk akal adalah sistem transportasi massalnya. Singgah di KL, misalnya, hampir tak terlihat angkot ugal-ugalan atau berhenti sesuka hati sopirnya. Tak ada pula asap hitam keluar dari knalpot bus kota yang reyot. Angkot di KL adalah bus yang dilengkapi AC dan kebersihannya diperhatikan. Angkot hanya berhenti di halte yang sudah disediakan.

 

KL Monorail

Untuk berkeliling KL, ada tiga pilihan transportasi: bus kota ber-AC, taksi, dan KL Monorail (kereta rel tunggal). Agar pengalaman melancong lebih kaya, disarankan memilih bus atau KL Monorail. Tak perlu khawatir tersesat, sebab rute yang dilalui kedua moda transportasi tadi terpampang jelas.

Khusus untuk KL Monorail, sistem transportasi massal ini sebenarnya belum lama beroperasi di KL, baru pada 2003. KL Monorail menghubungkan sebelas stasiun di lokasi-lokasi penting dengan panjang rute sekitar sembilan kilometer.

Perjalanan KL Monorail dimulai dari Stasiun KL Sentral di Jalan Tun Sambanthan dan melewati beberapa pusat perkantoran dan perbelanjaan. Semisal, Stasiun Maharajalela yang dekat dengan Petaling Street (China Town), Stasiun Imbi di Plaza Berjaya dan Berjaya Times Square, Stasiun Bukit Bintang yang berlokasi di Plaza Sungei Wang, dan Stasiun Bukit Nanas yang dekat dengan menara kembar Petronas. KL Monorail beroperasi mulai pukul 6 pagi hingga pukul 12 malam. Untuk sekali jalan, cukup membayar tiket seharga 1,2 ringgit–2,5 ringgit atau sekitar Rp 4.000–Rp 8.000.

Tips

Untuk mampir ke tempat-tempat wisata menarik di KL, coba gunakan bus Hop On Hop Off (HOHO). Ini adalah bus tingkat dengan lantai atasnya ada yang tanpa atap. Wisatawan bisa berkeliling KL tanpa turun dari bus. Untuk naik dan turun, bus HOHO memiliki halte khusus yang dekat dengan obyek-obyek menarik.

Penumpang bisa merasakan langsung embusan angin dan paparan sinar matahari. Memotret dari bus tingkat ini juga memberikan hasil foto dengan sudut yang berbeda. Namun, penumpang tetap harus berhati-hati, sebab bus yang tinggi ditambah ketiadaan atap membuat ranting pohon bisa masuk ke tempat penumpang.

Tiket bus HOHO ada dua jenis, yaitu yang berlaku selama 24 jam atau 48 jam, waktu dihitung saat membeli tiket. Tiket dewasa 24 jam seharga 45 ringgit atau sekitar Rp 161 ribu. Sementara tiket dewasa 48 jam, 79 ringgit atau sekitar Rp 283 ribu.

Pasar cenderamata murah meriah di KL terletak di Petaling Street. Ini juga disebut sebagai China Town-nya KL. Beragam cenderamata dijual di sini, seperti gantungan kunci, kaos, miniatur KL Tower, dan tempelan kulkas. Salah satu ujung Petaling Street terdapat banyak penjaja makanan. Mereka menyuguhkan makanan khas Melayu, India, dan China, seperti kare, mi, makanan laut, dan tak ketinggalan minuman teh tarik. Menyantap makanan porsi besar dengan lauk kare daging dan sayur, ditambah segelas teh tarik hanya sekitar 7 ringgit. [TYS]

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 22 Oktober 2013