Candi ini tidak hanya menjadi warisan sejarah, tetapi juga cerminan kejayaan agama Buddha di masa lalu. Bila kamu datang ke lokasi candi ini di pagi hari, bersiaplah untuk menghirup kesegaran udara dan mencuci mata dengan panorama hijau yang asri di sekitar candi.
Candi Banyunibo dibangun di atas lahan yang dikelilingi perbukitan di sebelah utara, timur, dan selatan. Sementara di bagian barat, terhampar sawah milik warga sekitar.
Menurut salah seorang petugas pengelola candi, Pak Gito, jumlah pengunjung candi ini tidak menentu. Sesekali waktu ramai, tapi tak jarang pula sepi pengunjung. “Padahal jalan akses ke candi ini terbilang mudah dan memadai,” katanya, Kamis (30/1/2025).
Pak Gito menyebutkan, sebagian besar pengunjung yang datang ke candi ini punya kepentingan penelitian. “Pernah ada sehari 300 pengunjung datang. Tapi pernah juga beberapa waktu sama sekali tidak ada pengunjung. Yang datang rata-rata sedang melakukan penelitian. Kalau murid sekolah pernah mampir tapi biasanya sebentar,” ujarnya.
Berdasarkan penelitian, candi ini pertama kali ditemukan dalam kondisi runtuh pada November 1940. Setelah itu dilakukan penelitian hingga 1942 dan berhasil menyusun kembali bagian atap dan pintu candi.
Upaya pemugaran dimulai pada 1962 dan baru selesai sepenuhnya pada 1978. Kini, kompleks ini terdiri dari satu bangunan induk yang dikelilingi oleh enam candi perwara yang tersebar di bagian selatan dan timur.
Candi induk memiliki denah berbentuk persegi dengan ukuran 15,325 x 14,25 meter dan tinggi sekitar 14,2 meter. Bagian kakinya memiliki tinggi 2,5 meter dan dilengkapi dengan jaladwara, saluran air yang berfungsi sebagai saluran pembuangan air hujan. Pada bagian utara kompleks ini terdapat sisa pagar batu yang dahulu mengelilingi area candi.
Candi induk menghadap ke arah barat, dengan tangga masuk yang dihiasi makara—hiasan khas candi yang sering ditemukan dalam arsitektur Hindu-Buddha. Pada bagian pintu masuk, terdapat ornamen kalamakara atau penggambaran karakter raksasa; sementara di ujung anak tangga terdapat relief singa yang memperkuat kesan megah pada bangunan ini.
Dewi Hariti
Bangunan utama candi berbentuk tambun dengan berbagai relief menarik. Pada bagian selatan candi, terdapat relief seorang perempuan yang dikelilingi anak-anak.
Relief tersebut menggambarkan Dewi Hariti, sosok dalam ajaran Buddha yang awalnya dikenal sebagai iblis pemakan anak-anak, tetapi kemudian bertobat dan menjadi pelindung serta pembawa kesuburan. Relief lainnya menampilkan Dewi Kesuburan yang dikelilingi banyak anak, memberikan gambaran tentang ajaran moral dan spiritual yang tertanam dalam seni rupa candi ini.
Sementara itu, di sisi utara candi, terdapat relief seorang pria duduk yang diyakini sebagai Vaisravana, pasangan dari Dewi Hariti. Figur ini dikenal sebagai dewa pelindung dalam ajaran Buddha, melambangkan keseimbangan antara perlindungan dan keberlimpahan.
Selain itu, di bagian dalam candi, terdapat ruangan berukuran 6,875 x 4,5 meter dengan jendela-jendela kecil di bagian dindingnya, yang memungkinkan masuknya cahaya alami ke dalam bangunan.
Atap candi berbentuk stupa dengan susunan batu berbentuk persegi yang semakin mengecil ke atas. Di bagian puncak, terdapat hiasan berbentuk genta atau lonceng yang mirip dengan candi-candi Buddha lainnya. Keunikan lain Candi Banyunibo adalah adanya panel relief yang menghiasi setiap sisi bangunan, menggambarkan berbagai motif tumbuhan dan kehidupan sehari-hari.
Keberadaan Candi Banyunibo menunjukkan bahwa ajaran Buddha pernah berkembang pesat di wilayah Yogyakarta. Secara arsitektural, candi ini memiliki kemiripan dengan beberapa candi Buddha lainnya di kawasan Prambanan dan sekitarnya, seperti Candi Sewu. Keberadaannya menjadi bukti bahwa pada masa lalu, agama Hindu dan Buddha hidup berdampingan di Nusantara.
Meskipun tak sepopuler Prambanan, Candi Banyunibo tetap memiliki nilai historis yang tinggi. Keunikan arsitektur dan relief yang menggambarkan cerita-cerita keagamaan menjadikannya sebagai destinasi yang menarik bagi para peneliti, arkeolog, dan wisatawan yang ingin mengecap sejarah Buddha di Indonesia.
Saat ini, Candi Banyunibo dikelola oleh Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah X Yogyakarta dan Jawa Tengah. Upaya konservasi terus dilakukan untuk menjaga keutuhan struktur candi dari ancaman cuaca dan faktor lingkungan lainnya.
Baca juga: Perhatikan Etiket saat Berkunjung ke Candi Borobudur