Gerimis baru saja reda. Bau rumput dan tanah basah tercium. Sementara itu, semilir angin bertiup, seolah mengiringi lantun lafaz Al Quran dari dalam bangunan yang tampak menyendiri di Kampung Jati, Buaran, Serpong, Banten. Di pintu masuk terpampang papan Yayasan Raudlatul Makfufin.
Sesuai namanya, raudlatul makfufin yang berarti “taman tunanetra” adalah tempat bagi penyandang tunanetra dan yang mengalami keterbatasan penglihatan untuk menimba ilmu agama.
Didirikan 26 November 1983 oleh (Alm) Halim Sholeh dan beberapa rekannya, di lahan seluas 1.000 m persegi inilah bermacam kegiatan dilakukan. Sebut saja kursus keagamaan; pendidikan luar sekolah berupa program Kejar Paket A, B, dan C; Pesantren Tunanetra; serta pengadaan Al Quran Braille dan Pem-braille-an buku-buku sumber agama Islam. Sekadar catatan, pengadaan Al Quran Braille sudah terkomputerisasi, yang merupakan komputerisasi Al Quran Braille pertama di Indonesia.
Mematri slogan “Tiada Mata Tak Hilang Cahaya dalam Hati”, apa yang dilakukan para santri di Yayasan Raudlatul Makfufin patut diacungi dua jempol. Keterbatasan bukanlah penghalang untuk berkarya, apalagi untuk sesama. [ASP]
Foto : Iklan Kompas/ Antonius SP.
Artikel ini terbit di Harian Kompas 12 Oktober 2017