Liburan sekolah hari pertama, Firdaus merasa gembira di rumahnya di Gresik. Ya, hampir satu bulan ini, Firdaus akrab dengan Oren. Ia memperoleh kucing mungil berwarna oranye dengan bercak-bercak putih tersebut dari Tante Lisa, adik bundanya.

Wajah Firdaus berseri-seri. “Oren, sini!” panggilnya lantang.

Meong!” Oren berlari mendekat, mengendus-endus Firdaus, lalu menggeliat-geliat ke kiri dan ke kanan. Sesekali, kaki depannya hendak mencakar sang tuan.

Firdaus terkekeh sembari menggelitiki teman bermainnya tersebut.

“Fir, Bunda mau ke pasar. Mau ikut apa tidak?” tanya bunda yang muncul dari dapur.

“Tidak, Bunda. Aku mau main dengan Oren saja.”

“Ya, sudah. Bunda pergi dulu.” Bunda pun berlalu seraya menenteng tas belanja. “Oh, iya. Jangan main bola dalam rumah.”

Firdaus mengangguk lesu. Padahal, ia senang memantulkan bola untuk Oren. Namun, tak lama berselang, Firdaus tertawa geli tatkala Oren mengendus-endus jemari kakinya. Tanpa sengaja, kaki Firdaus menyenggol bola karet di bawah meja.

Bola yang menggelinding selalu membuat Oren riang. Dalam sekejap, kedua kaki depan Oren sudah mencengkeram bola karet.

“Bagus!” Firdaus mengambil bola tersebut, kemudian membantingnya ke lantai.

Bola terpental dan mendarat di atas meja. Dengan gesit, Oren menangkapnya. Prang!

Firdaus terpaku. Vas kesayangan bunda jatuh ke lantai dan pecah.

Firdaus buru-buru menyapu pecahan vas tersebut. Ia melarang Oren mendekat agar tidak terkena pecahan vas.

Beberapa saat kemudian, Firdaus menonton film kartun di televisi, sedangkan Oren berbaring di sebelahnya.

Di depan, terdengar bunda mengucap salam seraya mengetuk pintu. Firdaus menolong bunda membawakan barang belanjaan.

“Bunda, tadi Oren naik ke meja dan memecahkan vas,” tutur Firdaus takut-takut.

“Oh, kalau begitu, Oren hari ini Bunda hukum.” Bunda segera memasukkan Oren ke kandang.

Firdaus diam saja. Ia melanjutkan aktivitasnya menonton televisi.

Semenit, dua menit, satu jam pun berlalu. Oren mengeong-ngeong dan mencakar-cakar kandang. Wajahnya memelas, meminta dilepas.

Firdaus tidak tega melihatnya. Ia menemui bunda di dapur, kemudian menceritakan kejadian sebenarnya.

“Sebenarnya, Bunda sudah tahu. Oren tidak mungkin naik meja, jika tak ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Bunda hanya ingin Firdaus jujur.”

“Maaf, Bunda.”

Bunda tersenyum. “Syukurlah, Firdaus dan Oren tidak terkena pecahan beling vas. Itu sebabnya Bunda melarang Firdaus main bola dalam rumah.”

Firdaus manggut-manggut. Ia lega sekali setelah bunda mengeluarkan Oren dari dalam kandang. *

 

logo baru nusantara bertutur

Oleh Tim Nusantara Bertutur
Penulis: Elisa DS
Pendongeng: Paman Gery (Instagram: @paman_gery)
Ilustrasi: Regina Primalita