Setiap orang memiliki cerita unik dari pengalaman hidupnya. Demikian pula Martha Puri Natasande (31). Dia tak pernah menyangka jika dari jari kreatifnya ketika menekuni hobi kerajinan tangan berhasil merajut kesuksesan usaha kreatif bernama Ideku Handmade.
Ditemui di tempat kerjanya di kawasan BSD, Serpong, Tangerang pada Selasa (11/4), Puri mengaku jika kegemarannya membuat kerajinan tangan sudah muncul sejak duduk di bangku SD. Bahkan, seingatnya, nilai keterampilan selalu paling bagus dibandingkan mata pelajaran lainnya.
Mengingat masa kecil, Puri bercerita, “Suatu waktu, beberapa teman sekolah saya membawakan oleh-oleh lucu yang dibawa seusai berlibur dari luar negeri. Di momen itu, saya tersadar tidak mungkin bisa berlibur seperti mereka. Padahal saya ingin bisa memiliki suvenir lucu seperti itu. Maka, pilihannya, saya bertekad membuatnya sendiri.”
Beberapa saat kemudian, Puri kecil diajak sang ayah berekreasi ke daerah Puncak, Bogor. Tak menyia-nyiakan kesempatan, dia lantas membawa pulang banyak buah pinus kering. Puri lalu membuat pensil berhiaskan buah pinus untuk dipakainya di sekolah.
“Siapa sangka pas saya bawa ke sekolah, teman-teman tertarik dan minta dibuatkan. Karena banyak yang memesan, saya menjualnya seharga Rp 1.000 per batang. Untuk pertama kalinya, saya berjualan sekaligus senang jualanku laris manis,” ucap Puri bersemangat.
Inilah titik awal Puri meyakini bahwa hobi kerajinan tangan bisa mendatangkan pundi-pundi rezeki. Seiring bertambahnya usia, dia gemar membuat beragam jenis kerajinan tangan. Kebanyakan kreasinya Puri berikan sebagai kado untuk teman atau saudara.
”Iseng-iseng waktu SMA, saya membuat kalung. Berbekal rasa percaya diri, saya menyusuri Kemang, yang saat itu menjamur butik-butik kecil. Sembari berjalan kaki, satu per satu butik didatangi, saya coba tawarkan kalung-kalung buatanku yang ingin dijual dengan sistem konsinyasi,” kata Puri.
“Kalau tidak berminat, ya tidak apa-apa. Tidak ngoyo. Justru bisa menjadi stok hadiah untuk teman-teman. Pikiranku kala itu simpel. Sama sekali belum ada niatan serius berbisnis,” sambungnya.
Sampai suatu waktu, perempuan yang gemar makan nasi padang tersebut disadarkan seorang sepupu. “Kejadiannya tahun 2008. Sepupuku bernama Lauren mempertanyakan kenapa hasil karyaku banyak dikasih ke orang-orang, kenapa tidak coba dijual. Dia menyarankan untuk berjualan di internet, lewat situs Multiply. Berhubung dadakan, saat ditanyakan apa nama akunnya, saya terceplos saja menyebut Ideku Handmade.”
“Ideku datang dari pemikiran bahwa semua karya yang ditampilkan adalah ide aku. Sedangkan handmade, artinya semuanya adalah kerajinan buatan tangan,” ucapnya terkekeh.
Buku “diary”
Selain dipakai berjualan, Puri memanfaatkan Multiply dan blog sebagai sarana berbagi ilmu. Dia mengibaratkan keduanya sebagai buku diary. Puri kembali bercerita,”Di buku diary itu saya bebas berbagi cerita. Saya bisa menulis lagi ingin membuat apa, cerita pakai bahan apa, dan masih banyak lagi. Prinsipku, saya tidak pikirin apakah orang suka atau tidak dengan yang kutulis. Tapi saya mencari cara bagaimana membuat buku diary ini terlihat bagus. Saya anggap kalau tampilannya bagus, tentu orang lain akan senang.”
Kebiasaannya memanfaatkan situs media sosial membawa usaha Puri semakin dikenal luas masyarakat, terlebih lagi ketika dia memasukkannya di Instagram.
“The power of Instagram itu dahsyat. Awalnya iseng, tahu-tahu empat tahun masuk di Instagram, follower bertambah banyak, eksposnya luar biasa. Jadilah aku berupaya rutin mem-posting karya baru dan menulis blog,” ucapnya bersemangat.
Saat ini, Puri dibantu tim beranggotakan 10 orang. Ideku Handmade bertransformasi menjadi usaha kreatif yang menekuni pernak-pernik buatan tangan personal yang dibuat berdasarkan pesanan.
Sebagai nakhoda Ideku Handmade, Puri berkeinginan melakukan pengembangan usaha yang lebih fokus. Rencananya, tahun ini, dia akan mengatur strategi agar bisa membagi timnya ke dalam pembuatan goodybag, dekorasi pernikahan, maupun pesanan korporasi, atau branding.
Hal produktif
Ideku Handmade juga rutin menggelar workshop yang diadakan di markasnya di BSD. Selain itu, Puri dan tim juga kerap diminta membuat workshop di kantor-kantor ataupun berkolaborasi dengan brand tertentu.
Workshop-nya sendiri sudah rutin diadakan sejak 2010, yang awalnya bernama Girls’Day Out. Seiring perjalanan berbagi ilmu, Puri mengamati antusiasme peserta workshop cukup tinggi. Didominasi kaum perempuan dari berbagai usia, dia meyakini setiap perempuan bisa melakukan banyak hal produktif Berbekal belajar kerajinan tangan, bisa saja menjadi mata pencaharian tambahan.
Mengidolakan Martha Stewart, Puri melihat sosok Martha sebagai panutan perempuan yang serba bisa. “Menurut saya, semua perempuan memiliki multitalenta. Tinggal bagaimana kita mau belajar lebih dengan apa yang disukai,” katanya.
Ketika ditanyakan seperti apa ciri khas desain Puri? Perempuan lulusan Komunikasi Visual Interstudi tahun 2007 ini memaparkan ciri khas desainnya adalah yang simpel dan berwarna-warni.
“Saya senang membuat yang simpel, mudah dipelajari, tapi bisa menjadi sesuatu yang bernilai. Kalau ditanya kreasi kesukaan, saya paling suka menggambar-gambar di bantal berbentuk boneka.”
Di sisi lain, berkutat di usaha kreatif menuntut Puri terus mengeluarkan ide-ide menarik. Namun, tak selamanya ide-ide kreatif lancar mengalir. Menjadi hal yang awam, jika mati ide menjadi kendala dalam berkarya.
Puri mengungkapkan, jika sedang berkejaran dengan deadline dan tidak bisa berpikir kreatif, biasanya dia memilih tidur sejenak di ruang kerja, sekadar iseng berselancar di internet, atau memilih merapikan ruang kerja. Biasanya ketiga cara ini berhasil membantu mengembalikan mood bekerja.
“Nah, jika waktu masih longgar, biasanya saya memilih untuk main ke rumah teman yang sejiwa sehobi dengan saya. Dari hasil ngobrol dengan merekalah saya bisa mendapat ide baru. Berdiskusi dengan teman-teman itu membuat saya mendapatkan aura positif untuk kembali bersemangat bekerja,” ucap Puri mengakhiri perbincangan. [AJG]
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 19 April 2017
Foto-Foto/Video iklan Kompas: E.Siagian/Iwan. A