Libur semester ini, Beni pergi ke rumah neneknya di Pulau Bangka. Sampai di sana, rumah neneknya ternyata begitu teduh. Banyak pohon karet di sekitarnya. Beni sangat senang. Apalagi di sana, Beni bisa berkenalan dengan sepupunya. Ibas, namanya. Ia anak dari adik ayah Beni. Ibas tiba-tiba mengajak Beni bermain pangkak igik karet.

“Pangkak igik karet? Apa itu?” Beni baru tahu ada permainan itu.

Ibas langsung mengajak Beni mencari biji karet di samping rumah. Beni baru tahu, biji karet bentuk dan warnanya lucu. Lurik-lurik hijau dan ungu. Mirip buah semangka atau buah pepino. Namun, biji karet hanya sebesar ibu jari.

“Kita cari lima biji karet. Siapa paling cepat mengumpulkan, dia akan memulai permainan lebih dulu. Kau siap?”

“Siap.”

Ibas menghitung satu-dua-tiga. Mereka berdua berlari mencari. Ternyata, Beni lebih cepat mendapat lima biji karet itu. Permainan dimulai. Beni bermain lebih dulu. Ibas menyuruh Beni meletakkan biji karet itu di atas sebuah batu besar di depan rumah. Ibas mencontohkan agar Beni bisa memecahkan biji itu dengan telapak tangannya. Siapa yang biji karetnya lebih dahulu pecah, dialah pemenangnya.

Beni melingkari satu biji karet itu dengan jempol dan telunjuknya. Satu biji karet diletakkan di atasnya sebagai penindih. Ibas memberi contoh. Beni langsung memukul kedua biji karet itu dengan telapak tangannya. Berusaha agar biji karet yang di bawah pecah.

Buk. Buk.

“Hanya boleh sekali pukul.”

“Eh, maaf.” Beni tertawa karena tidak tahu.

Kini, giliran Ibas yang memukul.

Buk.

Biji karet itu langsung pecah dalam sekali pukul.

“Hebat,” puji Beni.

“Ini baru satu. Permainan belum selesai. Di awal, kita sudah sepakat lima biji, kan? Jadi, lima biji ini harus pecah semua. Bisa saja kamu yang menang jika lima biji karet milikmu pecah lebih dulu. Sekarang, giliran kamu.”

“Oh, begitu ya.” Beni baru paham aturan permainan ini.

“Apakah biji karetnya harus lima?”

“Tidak, tiga pun bisa. Terserah kita maunya berapa. Asal sepakat. Dan, ada satu biji karet untuk penindih.”

Beni mengangguk paham.

Beni senang sekali bisa tahu permainan tradisional di Bangka. Seminggu setelah Beni berlibur di sana, ia berpamitan untuk pulang pada Ibas. Beni sangat senang bisa bertemu Ibas. Beni juga senang karena sekarang ia tahu permainan pangkak igik karet dari Pulau Bangka. Diam-diam, ia membawa banyak biji karet di tasnya. Ia akan mengajak temannya bermain pangkak igik karet di Jakarta. *

logo baru nusantara bertutur

Oleh Tim Nusantara Bertutur

Penulis: Dody Widianto
Ilustrasi: Regina Primalita
Penutur: Paman Gery (@paman_gery)