Menurut Udeh Nans, stuntman Tanah Air yang namanya melejit saat memerankan peran pengganti di film The Raid 2, menjadi stuntman atau stuntwoman di industri film bukanlah hal yang banyak diminati oleh masyarakat, khususnya anak muda.

Namun, bukan berarti tidak ada sama sekali yang ingin menjadi stunt. Sayangnya, di Indonesia, profesi ini sering kali masih dipandang “sebelah mata”. Udeh menggarisbawahi, untuk bisa menekuni bidang ini, yang paling dibutuhkan adalah passion.

Berbeda dengan di Indonesia, di AS, profesi ini sangat dihormati. Seperti yang dirilis Tirto.id, Hollywood menganggap stuntman sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Mereka rela melakukan adegan berbahaya untuk sebuah film padahal wajahnya tak tersorot kamera. Bahkan, profesi dengan tingkat risiko tinggi ini ada sekolahnya, bernama Stunt Park.

Berdiri sejak 22 tahun lalu, selain di AS, Stunt Park juga hadir di Australia dan Thailand. Akademi tersebut menawarkan berbagai pelatihan dan kelas untuk stuntman. Dari kelas dasar yang hanya butuh empat jam, hingga kelas Hollywood Stunt Course Master Class yang membutuhkan waktu belajar hingga 100 jam dengan biaya 4.400 dollar AS. Berdasarkan data Screen Actors Guild-American Federation of Television and Radio Artists (SAG-AFTRA), seorang stuntman kawakan di AS dibayar 890 dollar AS atau kira-kira setara dengan Rp 12 juta per hari.

Berkaca pada keprofesionalan profesi ini di Hollywood, Udeh mendirikan CV Pejuang Stunt Indonesia. Pejuang Stunt Indonesia adalah merek sekaligus nama panggung yang digunakan Udeh untuk tim stunt­­nya. Pejuang Stunt Indonesia didirikan sejak 7 Oktober 2014 dan berkantor di kawasan Cimanggis, Depok, Jawa Barat.

Setelah resmi berbadan hukum, Udeh optimistis perusahaannya akan terus berkembang, terutama dalam hal melebarkan sayap ke kancah perfilman internasional. Legalitas ini juga menjadi semacam jaminan bagi profesi stuntman di Indonesia.

 Perjalanan para penantang

Perjalanan dan aksi stuntman dapat ditelusuri sejak abad ke-18 dan 19 di belahan dunia Barat. Penampilan awal dari profesi stuntman biasanya dilakoni oleh anggota sirkus maupun penghibur jalanan, khususnya para pesenam dan pelaku akrobat terlatih. Mereka biasa disebut cascadeur.

Istilah stunt secara formal mulai diadopsi pada abad ke-19, ketika Vaudeville—pertunjukan hiburan yang berkembang di Amerika Utara—mulai terkenal pada 1880-an. Dalam Vaudeville, aksi-aksi menegangkan digelar, melibatkan pertarungan dengan senjata api dan panah.

Peran stuntman lantas berlanjut di industri perfilman. Awal 1900-an menjadi titik kebangkitan industri film Barat. Namun saat itu, stuntman belum menjadi profesi yang umum di industri perfilman. Sutradara dan produser film hanya akan menyewa orang-orang yang cukup gila dan mau melakukan aksi-aksi menegangkan secara gratis untuk bermain di film produksi mereka.

Stuntman pertama yang disewa secara profesional adalah Keystone Kops, sebuah kelompok komedi yang terdiri atas anggota polisi bohongan yang inkompeten dan Buster Keaton, seorang aktor Amerika.

Buster Keaton terlahir dengan nama lahir Joseph Frank Keaton pada 4 Oktober 1895. Ia merupakan seorang aktor dan sutradara berkebangsaan Amerika Serikat. Keaton berani memerankan semua adegan berbahaya. Salah satu momen menegangkan dilalui ketika Keaton beraksi dalam film Steamboat Bill Jr. Saat itu, bangunan dengan berat mencapai 2 ton jatuh menimpa dirinya.

Segala hal tentang para stuntman sangat menarik dan rasanya tak cukup diceritakan hanya dalam satu episode. Yang jelas, selama kebutuhan atas tontonan menegangkan masih ada, berbagai episode penuh adegan menantang yang diperankan para penantang maut ini pun akan terus diputar. [*/ACH]

Foto Shutterstock.com

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 19 Desember 2017