Kesadaran banyak pihak untuk menciptakan kehidupan kota yang lebih baik dan nyaman kini semakin diperkuat dengan adanya konsep smart city. Dengan memfokuskan diri untuk mengembangkan kota yang ramah lingkungan dan menggunakan teknologi internet seoptimal mungkin bagi memenuhi kebutuhan masyarakat kotanya, dua kota berikut dapat dianggap sebagai smart city, yaitu Wina di Austria dan Kashiwanoha di Prefektur Chiba, Jepang.
Wina memiliki beberapa program sebagai smart city, contohnya Smart Energy Vision 2050, Roadmap 2020, dan Action Plan 2012,–2015. Wina berani menerapkan program ini karena pemerintahnya selalu melibatkan para stakeholder dalam mengonsultasikan banyak hal, misalnya pengurangan emisi karbon, transportasi, dan tata kelola lahan. Hal ini dilakukan dengan harapan kotanya mampu menjadi pemain penting smart city di Eropa.
Selain itu, kota elegan di tepi sungai Danube ini kembali terpilih menjadi kota yang menawarkan kualitas hidup terbaik di dunia. Dengan populasi 1,7 juta, Wina berada di tempat teratas kota terbaik dunia untuk enam tahun berturut-turut.
Hal ini dikarenakan percaturan budaya yang dinamis serta layanan kesehatan komprehensif dan biaya perumahan yang moderat. Sistem transportasi publik yang ekstensif di ibu kota Austria ini hanya berharga 1 euro per hari untuk kartu tahunan. Kedai-kedai kopi, arsitektur, istana, opera, dan lembaga-lembaga budaya dari era Habsburg membuatnya menjadi tujuan pariwisata utama.
Beralih ke Jepang, tepatnya ke smart city di Kashiwanoha, Prefektur Chiba, kota ini dikembangkan oleh Mitsui Fudosan Co. Pusat kota yang terdiri dari hotel, perkantoran, dan pertokoan sudah dibuka pertengahan Juli 2014. Di atas tanah seluas 300 hektare, kompleks ini menggunakan panel surya dan baterai penyimpan listrik yang saling terhubung dan mampu mengirimkan tenaga ke seluruh distrik hingga mengurangi konsumsi energi sebanyak 26 persen pada jam sibuk.
Agar konsep ini dapat berjalan dengan baik, partisipasi warga membawa peran sangat penting. Sebuah smart city melakukan efisiensi dalam tata kelola kotanya sehingga mencegah pemborosan di berbagai sektor, juga adanya partisipasi aktif warga dalam rangka menciptakan kualitas hidup yang lebih baik. Selain partisipasi aktif warga, terwujudnya smart city membutuhkan smart policy dari pemerintah daerah dan pusat. [*/ACH]
Foto dokumen Shutterstock.
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 9 Juni 2015