Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Tiongkok. Pepatah klasik tersebut menunjukkan betapa sejak dulu negara berjuluk Negeri Tirai Bambu ini menjadi “oase” untuk menimba ilmu lantaran peradaban tinggi dan kemajuan teknologinya. Kemampuan negeri ini dalam menata kota juga boleh menjadi contoh.

Bayangkan kota-kota yang dulunya tak lebih dari sebuah kampung raksasa menjadi kota modern yang disasar para pelancong, pebisnis, maupun pengusaha dari seantero dunia. Contohnya, Shanghai.

Pada tahun 1990-an, Shanghai mungkin menjadi nama yang acap lesap dari ingatan. Kini, siapa yang tidak terbuai pada keelokan kota yang luasnya lebih dari tujuh kali luas DKI Jakarta? Infrastruktur jalan yang apik serta deretan gedung yang tampil “genit” pada malam hari dengan lampu warna-warni hanyalah satu dari sekian banyak hal yang bakal membekas dalam benak.

Keelokan Shanghai sebagai kota yang modern sudah tergambar begitu tiba di Bandara Internasional Pudong. Dengan gaya modern, bandar udara yang selesai dibangun pada 1999 tersebut didominasi oleh kaca dan rangka baja yang sengaja dibiarkan terekspose.

Dari bandara yang terletak di sebelah timur Shanghai itu, selama sekitar 1 jam, kita bisa melihat dari dekat kawasan The Bund yang menjadi ikon Shanghai sekaligus menjadi salah satu etalase kemajuan Negeri Tirai Bambu.

Jantung bisnis

The Bund terletak di tepi Sungai Huangpu yang membelah Shanghai menjadi dua bagian, yang pertama sebelah barat dengan kawasan The Bund. Di tempat inilah antara lain terdapat gedung-gedung dengan gaya arsitektur yang berbeda. Gaya tersebut misalnya gotik, barok, klasik, dan renaisans yang semuanya merupakan peninggalan dari bangsa yang pernah menduduki Shanghai.

Bangunan-bangunan berusia ratusan tahun tersebut kini digunakan untuk mendukung geliat ekonomi di Shanghai antara lain Shanghai Pudong Development Bank, Shanghai Customs House, dan Shanghai Foreign Exchange Trade Centre yang membuat kawasan tersebut kini dikenal sebagai jantung bisnis dan disebut sebagai Bund Financial Square. Sebagai penanda kawasan, dibuatlah patung perunggu The Bund Bull.

The Bund Bull yang didesain oleh Arturo Ugo, sosok di balik Wall Street Charging Bull di New York, boleh jadi juga melambangkan upaya pemerintah Tiongkok menaikkan reputasi Shanghai sebagai kota niaga dan bisnis. Dan memang sulit menampik anggapan bahwa perusahaan yang menancapkan kuku di Shanghai bukan hanya mereka yang ingin mengembangkan bisnis, tetapi juga ikut pentas persaingan dunia.

Bersanding dengan Distrik Pudong di sisi barat Sungai Huangpu, The Bund didapuk sebagai “museum of international architecture”, yang memperlihatkan keberagaman desain arsitektur dalam satu kawasan.

Ya, apa yang terlihat di The Bund sangat kontras dengan apa yang terlihat di Distrik Pudong yang dipenuhi gedung tinggi berbalut cahaya pada malam hari.

Kini sulit membayangkan distrik tersebut pada masa sekitar tiga dekade silam. Pasalnya, tempat ini dulunya adalah area persawahan dan kawasan marjinal. Pemerintah kemudian memutuskan untuk membangun tempat tersebut hingga kini menjadi salah satu sisi yang membanggakan di Shanghai. Betapa tidak jika distrik tersebut dipenuhi bangunan kokoh berkaliber internasional. Ada Oriental Pearl Radio and Television Tower, Jinmao Tower, dan World Finance Centre (468 meter) yang menjulang tinggi memulas lanskap Shanghai.

Cuci mata

Berkunjung ke Shanghai tak melulu soal bisnis. Penggila belanja atau yang hanya cuci mata dan menyeruput minuman segar bisa berkunjung ke Jalan Nanjing. Toko ritel busana, butik, kafe dan restoran, hingga bermacam toko aksesori serta suvenir yang ada di kiri dan kanan jalan menjadikan kawasan tersebut seperti surga belanja bagi para pelancong.

Terutama pada akhir pekan, kawasan ini semakin ramai dengan turis dan warga yang berseliweran. Ditambah dengan boks neon, papan iklan aneka warna, musik dari hampir setiap toko, pengalaman belanja semakin kental.

Sementara kalau ingin bersantai menyantap kuliner, melihat butik, atau galeri seni, kita bisa mengarahkan langkah ke Xintiandi. Di sinilah kita bisa menemukan bermacam restoran dengan makanan ala Eropa, Thailand, dan lain sebagainya. Ada pula toko busana bermerek internasional yang tentu memikat hati para shopahollic.

Pada malam hari, tempat ini sekilas mirip dengan kawasan Kemang di Jakarta Selatan sebagai tempat gaul dan nongkrong. Sesekali mobil mewah lewat mencuri perhatian muda-mudi dengan dandanan modis yang berseliweran, melayangkan angan dan harapan untuk kembali ke kota ini. [ASP]

noted: Berguru dari Negeri Tirai Bambu