Keberadaan ruang kreatif sangat dibutuhkan untuk membangkitkan semangat kreativitas warga. Adanya sarana pemantik kreativitas itu diharapkan dapat menghadirkan inovasi-inovasi yang nantinya bisa menguntungkan negara dari berbagai sisi. Ekonomi, salah satunya.
Gudang Sarinah Ekosistem (GSE) menjadi salah satu ruang kreatif ter-gres di Ibu Kota yang telah hadir dua tahun ini. GSE yang dulunya adalah Gudang Sarinah, tempat penyimpanan Toko Sarinah, kini memiliki wajah baru yang lebih segar di bawah asuhan RURUcorps, sebuah divisi unit usaha yang didirikan oleh tiga inisiatif nonprofit, yaitu Ruangrupa, Forum Lenteng, dan Serrum.
GSE yang berada di Pancoran, Jakarta Selatan, ini merupakan ruang lintas disiplin yang bertujuan untuk mengelola, mengembangkan, dan membangun sistem dukungan terpadu, sebagai sarana bagi beragam komunitas dan bakat-bakat kreatif untuk dapat tumbuh dan berkembang.
Melalui platform ini, berbagai jaringan akan saling bertemu dan berkolaborasi—untuk dapat saling bertukar pengetahuan dan ide-ide; guna mendorong lahirnya berbagai pemikiran kritis, kreatif, serta inovatif. Hasil dari kolaborasi bersama ini dapat diakses oleh publik dan disajikan dalam berbagai format secara berkala maupun event, seperti pameran, festival, lokakarya, diskusi, penayangan audiovisual, bazar, konser musik, dan publikasi jurnal.
“Kami memiliki banyak bentuk kegiatan rutin dan kegiatan per event. Untuk kegiatan rutin, salah satunya adalah Tumpah Ruah. Tumpah Ruah merupakan pasar serba ada yang diselenggarakan di GSE setiap bulan. Untuk kali pertamanya, Tumpah Ruah diadakan pada 2 Oktober 2016,” terang Tumpah Ruah Manager Bagasworo “Chomeng” Aryaningtyas.
Serba ada
Jika mencari barang-barang bagus, artsy, tetapi dengan harga yang tidak membuat dompet mengerut, Tumpah Ruah bisa menjadi rujukan. Berkonsep garage sale raksasa di GSE, Tumpah Ruah diadakan sebulan sekali dan mempertemukan para penjual dari pelbagai jenis barang dan jasa dengan jangkauan publik yang lebih luas.
Bukan tanpa alasan teman-teman di GSE mengadakan acara ini. “Kami melihat pasar. Tak menutup mata, kini dengan semakin banyaknya on-line shop, orang-orang pun semakin sering berbelanja via digital. Kehadiran toko-toko off-line pun dirasa sudah tidak diperlukan lagi. Padahal kenyataannya tidak. Banyak pula teman-teman yang berjualan via on-line, mereka malah ingin tes pasar secara langsung di lapangannya seperti apa. Minat dan pasarnya seperti apa,” papar Chomeng.
Tumpah Ruah pun disebut pasar serba ada (paserba) karena segala jenis produk bisa ditemukan di sini. Tanpa mengurangi esensi “palugada” (apa lu mau gue ada), Tumpah Ruah biasanya menyediakan 160 lapak bagi peserta dari berbagai kategori jualan. Beberapa di antaranya merchandise, mainan (ataupun koleksi), t-shirt, hobi, pakaian bahkan seragam sekolah, kerajinan, vinil, kaset, CD-DVD, dan barang bekas.
“Agar dapat dinikmati banyak orang. Untuk harga sewa per lapak non-F&B Rp 250.000. Untuk lapak F&B Rp 300.000. Sementara itu, untuk harga jual barangnya paling tinggi kami patok per penjual adalah Rp 250.000. Kalau mau lebih dari itu, sebaiknya si penjual membuat brosur produk, untuk kemudian baru dijual di lain kesempatan, mungkin bisa dengan cara pemesanan terlebih dahulu. Tapi, intinya selama acara Tumpah Ruah berlangsung pembeli hanya dapat menemukan harga barang tertinggi dijual Rp 250.000,” tegas Chomeng.
Bukan hanya kegiatan jual-beli yang dapat dilakukan di event ini. Tumpah Ruah juga menyediakan beberapa tempat lokakarya dengan ragam materi seni rupa, yang terbuka bagi bagi peserta mulai dari taman kanak-kanak hingga mahasiswa.
Pada pelaksanaan tahun ini yang berakhir pada 8 Oktober lalu, Tumpah Ruah berlangsung untuk ke-12 kalinya. “Kami akan mulai lagi tahun depan. Dengan konsep yang kemungkinan baru sehingga akan lebih menyegarkan penjual dan pembeli,” harap Chomeng yang telah bergabung dengan Forum Lenteng sejak 2003.
Keunikan lainnya dari garage sale ini adalah Tumpah Ruah masih berkerja sama dengan Pasar Tani Kota. Komunitas ini memberikan kesempatan para petani kota untuk mengenalkan dan mempresentasikan hasil tanam yang telah berjalan, baik untuk konsumsi sendiri maupun sudah menjadi konsumsi publik.
Meski Tumpah Ruah baru diadakan kembali tahun depan, GSE selalu terbuka untuk bermacam kegiatan lain, yang dapat dinikmati siapa pun. Pada 4 November–10 Desember, misalnya, di GSE dijadikan lokasi pameran seni rupa kontemporer Jakarta Biennale. Pameran kreatif ini dapat nikmati setiap hari pukul 11.00 – 19.00.
“Sebagai ruang kreatif yang dapat membantu masyarakat untuk dapat refreshing tanpa mengeluarkan biaya yang begitu besar dan tentunya dapat menghadirkan nilai-nilai edukatif, Gudang Sarinah kami rawat khusus sehingga dapat disewakan dan dipakai oleh publik untuk kepentingan kegiatan kreativitas-seni. Dari yang berkapasitas ribuan orang hingga yang hanya menampung ratusan orang tersedia,” jelas Chomeng. [ACHDIYATI SUMI]
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 23 November 2017