Semenjak adanya imbauan di rumah saja, aku memang tidak ke mana-mana. Setiap hari, setelah belajar, aku membantu ibu menjahit udeng. Tapi, sekarang, pesanan udeng ibu menurun. Mungkin karena sejumlah pariwisata di Bali ditutup.
Pagi ini, saat menyiram bunga di halaman rumah, aku melihat beberapa orang tampak sedang mengambil kantung plastik di pagar rumah Pak Made, tetanggaku. Rumah Pak Made ada di seberang rumahku.
Aku mengamati dari balik pagar. Ternyata, Pak Made memberikan bantuan sembako yang digantung di pagar rumahnya. Ya, semenjak adanya pandemi Covid-19, tetanggaku memang banyak yang menganggur. Termasuk ayahku, yang saat ini juga membantu ibu membuat udeng. Padahal, sebelum pandemi ini, ayah bekerja di sebuah hotel di dekat Pantai Kuta.
Aku lalu masuk ke rumah dan memberitahu ibu. “Pak Made baik ya, Bu. Pak Made bagi-bagi sembako yang digantung di pagar rumahnya.”
“Pak Made memang orang berkecukupan, Lila. Jadi, sudah sepantasnya beliau bisa membantu orang lain yang membutuhkan,” jawab ibu sambil menjahit.
“Kalau kita berkecukupan seperti Pak Made, kita pasti berbagi ya, Bu?” kataku.
“Sudah, kamu kumpulkan saja dahulu itu kain sisa jahitan. Nanti kamu bantu ibu, ya?” kali ini ibu berhenti menjahit dan berjalan menuju gudang kain di belakang rumah.
“Bantu apa, Bu?” tanyaku.
“Nanti juga tahu, kok,” jawab ibu.
Siangnya, setelah memasak, ibu mengeluarkan kain dari gudang. Kemudian ibu menyuruhku memotong kain itu seperti kain yang sudah dicontohkan ibu. Aku masih belum paham ibu mau membuat apa.
Ibu mulai menjahit kain-kain yang sudah kupotong. Ah, sekarang aku mulai paham, rupanya ibu akan menjahit masker penutup hidung dan mulut.
“Ibu mendapat pesanan masker, ya?” tanyaku penasaran.
“Katanya Lila mau berbagi, ya kita berbagi semampu kita saja. Ibu akan membuat banyak masker. Nanti Lila yang menggantung di pagar rumah, ya,” jawab ibu sambil tersenyum.
Aku senang sekali, di tengah berkurangnya pesanan, ibu masih mau berbagi. Ibu benar, memang sebaiknya kita berbagi semampu kita saja. Tidak perlu dipaksakan.
Setelah masker buatan ibu selesai, aku segera mencucinya dan menyetrika masker-masker itu. Aku mengisi satu kantung plastik dengan tiga masker. Sekarang aku siap menggantung masker di pagar rumahku. Tidak lupa, ayah membuat tulisan “MASKER GRATIS, SILAKAN AMBIL”.
Aku mengamati dari halaman rumahku, dalam waktu setengah jam, masker buatan ibu telah habis diambil warga sekitar. Ah, aku senang sekali, bisa berbagi meskipun dari rumah.*
Penulis: Muhammad Fauzi
Pendongeng: Kang Acep (Youtube : Acep Yonny)
Ilustrasi: Regina Primalita