Korupsi akan menjatuhkan kepercayaan publik terhadap otoritas suatu negeri. Oleh sebab itu, korupsi harus diberantas, dan sejak dini mesti ditumbuhkan budaya menolak korupsi.

Kata korupsi berasal dari bahasa Latin, yaitu corruptio dan corruptus yang berarti kerusakan. Sementara itu, dalam bahasa Yunani, corruptio juga diartikan sebagai perbuatan yang tidak baik, tidak bermoral, curang, menyimpang dari kebenaran, dan melanggar norma-norma.

Pendidikan

Selain upaya hukum untuk tindak pidana korupsi, kesadaran untuk mengantisipasi korupsi sejak dini harus dilakukan. Hal ini salah satunya dimulai dari dunia pendidikan, yaitu dengan menerapkan pendidikan antikorupsi. Pendidikan yang dimaksud tidak hanya pendidikan formal di sekolah, tetapi juga pendidikan nonformal, terutama dalam lingkup keluarga.

Pembentukan generasi masa depan yang antikorupsi membutuhkan peran pendampingan orangtua dalam mendidik putra-putrinya. Ajaran tentang kejujuran dalam bersikap dan berperilaku perlu dipahami oleh anak.

Anak pun perlu diajarkan untuk tidak mengambil sesuatu yang bukan miliknya. Anak perlu diajarkan mengenai usaha dan kerja keras untuk mendapatkan hasil maksimal daripada mendapatkan hasil dalam waktu singkat tetapi dengan jalan yang kurang tepat.

Jenis pembelajarannya bisa berupa hal-hal yang berkaitan dengan korupsi. Misalnya, mengenai jenis-jenis korupsi, pelaku korupsi, dan sanksi hukum untuk tindak korupsi. Informasi ini perlu diberikan kepada pelajar agar semakin mengetahui tentang korupsi dan bisa menghindari tindak korupsi di kemudian hari.

Kantin kejujuran

Namun, disadari pendidikan teoritis tentang korupsi memang kurang efektif. Lebih efektif lagi jika pendidikan antikorupsi bersamaan dengan aksi nyata. Misalnya dengan mengadakan kantin kejujuran.

Kantin kejujuran ini memang mulai diterapkan di sejumlah sekolah. Pada prinsipnya, dengan kantin kejujuran, para siswa yang hendak membeli sesuatu dapat mengambil barang yang diinginkan dan meletakkan uang seharga barang yang dibeli pada tempat yang telah disediakan.

Tidak ada kasir atau penjual dalam kantin kejujuran. Namun, hal ini justru melatih sikap jujur di antara para siswa. Hanya saja, tetap ada kemungkinan siswa iseng yang tidak mau membayar. Dalam kantin kejujuran pun selayaknya perlu diadakan pengawasan tersembunyi. Siswa yang enggan membayar atau meletakkan uang perlu ditegur atau mendapatkan bimbingan dari guru agar tidak mengulanginya lagi. [*]