Paruh kedua tahun 2024 menjadi momen berharga bagi sejumlah mahasiswa Indonesia, termasuk saya, yang terpilih sebagai peserta angkatan terakhir program pertukaran pelajar Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA). Program yang digagas oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi ini memberikan beasiswa bagi mahasiswa sarjana untuk mengikuti perkuliahan satu semester di universitas mitra luar negeri.

Salah satu universitas tujuan tahun ini adalah Universitat Pompeu Fabra (UPF), sebuah universitas riset terkemuka di Barcelona, Spanyol. Kampus ini dikenal dengan pendekatan multidisiplin dan kurikulum internasional, dengan fokus pada ilmu sosial-humaniora, komunikasi, dan kesehatan. Selama tiga bulan mengikuti program pertukaran pelajar di kampus ini, penulis tak hanya memetik pelajaran dari materi akademis, melainkan juga dari hal-hal kecil yang dihadapi sehari-hari.

Belajar Bisa di Mana Saja

Bagi mahasiswa IISMA, belajar di luar negeri memberikan pengalaman yang cukup berbeda dengan belajar di kampus tanah air. Pendekatan dan metode belajar yang digunakan mungkin terasa tak familiar bagi sebagian orang.

Pasalnya, tak sedikit mata kuliah yang disampaikan melalui pendekatan praktikal dan berbasis proyek, seperti salah satu mata kuliah film yang mendorong mahasiswa untuk menghasilkan karya naskah hingga merealisasikannya menjadi film pendek sederhana. Beberapa kelas bahkan melibatkan kunjungan lapangan ke museum atau situs bersejarah yang tersebar di seluruh kota.

Tak hanya belajar di ruang kelas, mahasiswa berkesempatan untuk menjelajahi kota Barcelona secara langsung melalui mata kuliah yang mengulas sejarah urban. Seperti pada mata kuliah Barcelona, the City and Its History yang secara khusus membahas tentang sejarah kota Barcelona. Setiap beberapa pertemuan, mahasiswa diajak menelusuri berbagai sudut kota sambil mempelajari latar sejarah dan sosialnya. Pendekatan ini memungkinkan mahasiswa untuk memahami konteks lokal secara mendalam, sekaligus menjadikan kota Barcelona sebagai ruang belajar terbuka.

Siapa sangka, sudut-sudut kota Barcelona yang setiap hari dilewati menyimpan begitu banyak sejarah? Mulai dari lorong-lorong sempit di kawasan Jaume yang dipadati pengunjung, hingga Ciutadella Park yang jaraknya hanya selangkah dari kampus UPF, semuanya menyimpan kisah masa lalu. Memahami cerita di balik tempat-tempat ini menumbuhkan rasa menghargai yang lebih dalam terhadap ruang-ruang yang sebelumnya tampak biasa saja.

Baca juga: Cantik nan Unik! Ini 5 Fakta Kota Barcelona, Spanyol

Sesi perkuliahan di ruang kelas untuk mata kuliah seni (kiri). Setiap beberapa minggu sekali, mahasiswa diajak berkunjung ke museum seni untuk mengobservasi karya yang dipajang, seperti Silence Rouge et Bleu karya seniman Zoulikha Bouabdellah di Museu de l’Art Prohibit (kanan).

Salah satu pengalaman belajar yang paling berkesan terjadi di kelas bertema seni dan gender. Pada salah satu sesi, mahasiswa diajak mengunjungi Museu de l’Art Prohibit. Ini adalah museum yang menampilkan karya-karya seni kontroversial dari berbagai penjuru dunia.

Kegiatan belajar berbasis field trip ini membuka wawasan baru tentang isu kebebasan berekspresi dan dinamika budaya Eropa. Yang menarik, diskusi yang sebelumnya berlangsung di kelas kini bisa dilanjutkan langsung di hadapan karya aslinya, menciptakan pengalaman belajar yang lebih menarik dan mendalam.

Tidak hanya belajar secara akademis, mahasiswa juga berkesempatan untuk menyelami dan bertukar budaya. Di kampus, terdapat berbagai kesempatan menyenangkan yang memungkinkan mahasiswa untuk saling mengenal budaya masing-masing.

Salah satunya ketika mahasiswa Indonesia mengadakan acara untuk memperkenalkan budaya Indonesia. Momen yang berkesan bagi penulis. Sebab, kami tidak hanya bisa menunjukkan kekayaan budaya tanah air, tetapi juga mendapat sambutan hangat dari warga lokal.

Belajar Berani Berpendapat

Suasana area kampus Universitat Pompeu Fabra, Barcelona.

Satu perbedaan yang mungkin sangat terasa saat belajar di Spanyol, terlebih dalam kelas internasional, adalah ruang kelasnya yang terasa begitu hidup. Alih-alih sebatas mendengarkan penjelasan dosen, sesi perkuliahan selalu dilengkapi dengan diskusi yang interaktif.

Diskusinya pun bukan sekadar formalitas untuk menambah poin keaktifan, melainkan benar-benar bermakna dan membuka wawasan baru. Kehadiran mahasiswa dari beragam latar belakang budaya turut memperkaya perspektif, membuat setiap diskusi dinamis dan penuh sudut pandang yang segar.

Perbedaan pendapat dalam ruang akademik tentu sangat biasa, bahkan justru membuat pembelajaran semakin menarik. Sebagai contoh, pendapat mahasiswa asal negara A terhadap suatu karya seni mungkin akan berbeda dengan mahasiswa asal negara B, karena mereka tumbuh di lingkungan dengan nilai dan norma yang jauh berbeda. 

Teman-teman sekelas sangat antusias dalam berdiskusi, tanpa ragu menyampaikan pendapat mereka. Di sini, setiap opini dihargai karena memang tak ada yang salah dalam proses belajar. Hal ini pun menjadi dorongan bagi penulis untuk lebih berani menyuarakan pendapat, tanpa takut dihakimi. 

Belajar Disiplin

Kuliah di luar negeri tak hanya memunculkan rasa penasaran yang tak hanya terbatas pada hal-hal akademik, tetapi juga keinginan untuk menjelajah lebih jauh. Tentunya, hal ini wajar mengingat kesempatan ini sangatlah langka. Namun, untuk bisa menikmati keduanya, diperlukan keseimbangan yang tepat.

Belajar untuk disiplin dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik, serta mengatur skala prioritas, menjadi hal yang penting. Fokus pada kewajiban terlebih dahulu, baru setelahnya bisa menikmati waktu untuk menjelajah dan berwisata dengan tenang. Tak kalah penting, mengatur anggaran juga menjadi kunci agar eksplorasi tak membuat kantong bolong.

Belajar Hidup Jauh dari Rumah

Hidup di luar negeri tentu membawa banyak kejutan, terutama di awal-awal kedatangan. Misalnya, munculnya momen-momen culture shock saat harus beradaptasi dengan kebiasaan baru yang sangat berbeda dengan yang ada di rumah. 

Interaksi dengan teman-teman dari berbagai negara, termasuk warga lokal, turut mengajarkan penulis untuk lebih adaptif terhadap kebiasaan-kebiasaan mereka. Dalam hal ini, diperlukan sensitivitas terhadap budaya yang tinggi agar komunikasi selalu lancar tanpa menyinggung pihak lain.

Lebih dari itu, ketika tinggal bersama teman-teman di negeri orang, tantangan dan kesempatan untuk belajar jadi semakin besar. Dalam lingkungan seperti ini, penulis bisa merasakan langsung dinamika hidup bersama orang-orang dengan latar belakang yang berbeda, yang membuat tiap hari penuh dengan penyesuaian dan pembelajaran. Kondisi ini membuat kami lebih dekat dan saling mengerti satu sama lain di tengah suka-duka yang dihadapi.

Belajar Menikmati Momen

Saya tinggal bersama empat teman lainnya dalam satu rumah kecil yang berusaha kami buat senyaman mungkin. Lewat keseharian sederhana, seperti berbagi tugas, saling mengingatkan, hingga berbincang larut malam, kami belajar arti kehangatan, saling menjaga, dan menerima perbedaan dalam satu atap. Di tengah segala perbedaan yang ada, penulis justru menemukan “rumah” di tempat yang jauh dari rumah.

Tentu ada kalanya rasa rindu dengan Tanah Air menyeruak. Ada saat-saat ketika homesick datang tiba-tiba, diikuti pikiran-pikiran, “Andai saja….” Misalnya, mungkin kalau tidak ikut program ini, saya bisa lulus lebih cepat, atau mungkin bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersama keluarga di rumah. Namun, seiring waktu, saya sadar bahwa momen pertukaran pelajar ini terasa seperti satu kedipan mata. Tiba-tiba sudah waktunya pulang ke Tanah Air.

Pengalaman ini mengajarkan satu hal penting: jangan terlalu larut dalam penyesalan atau kekhawatiran. Nikmati momen yang ada. Sebab, meski hanya sebentar, momen tersebut akan menjadi memori berharga yang akan sangat membekas.

Sudut-sudut Ciutadella Park (kiri) dan Cathedral of Barcelona di sore hari (kanan).

Bagi saya, tiga bulan di Barcelona merupakan fase penuh makna, di mana setiap langkah membawa perspektif baru. Setiap hari adalah kesempatan untuk belajar, berkembang, dan menemukan sisi baru dari diri sendiri dan sekitar yang sebelumnya tersembunyi.

Pada akhirnya, pengalaman menginjakkan kaki di tanah Gaudí ini bukan sekadar untuk “mencicipi” kampus luar negeri, melainkan sebuah perjalanan dengan tujuan yang lebih besar: untuk tumbuh lebih baik.

Baca juga: Pertukaran Pelajar untuk Dalami Makna Keberagaman