Salah satu pesan penting dalam perayaan Imlek adalah melestarikan tradisi leluhur sebagai bentuk bakti kepada orangtua. Selain itu, menyalakan asa hadirnya harapan yang lebih baik pada tahun yang baru. Ini biasanya disimbolkan dengan mengenakan baju baru saat merayakan Imlek.

Bagi warga Tionghoa, Imlek dipercaya sebagai awal langkah baru yang menentukan perjalanan nasib kehidupan pada tahun mendatang. Sebelum pandemi melanda bumi, Imlek dirayakan secara semarak di berbagai penjuru dunia. Bahkan, di China, perayaan Imlek digelar amat meriah selama 15 hari. Perhelatan ini dikenal sebagai festival musim semi untuk menyambut datangnya hari-hari yang hangat dan cerah.

Festival musim semi dibagi menjadi tiga periode, yaitu sebelum festival, hari-hari festival, dan setelah festival. Dalam masa ini, banyak kegiatan budaya dan tradisi yang diselenggarakan orang Tionghoa, baik yang bermukim di daratan China maupun di berbagai negara lainnya.

Salah satunya kebiasaan sebelum Imlek adalah bersih-bersih rumah dan membeli baju baru. Area rumah harus benar-benar bersih, mulai dari pagar, halaman, dinding, ruangan-ruangan, hingga bagian paling belakang tempat tinggal. Dalam bahasa China, kata “debu” memiliki kesamaan pengucapan dengan “tua” atau chen. Dengan demikian, makna membersihkan rumah sama dengan membuang segala yang usang dari rumah kita, lalu bersiap membuka lembaran baru.

Untuk itu, membeli baju baru yang dipakai saat Imlek diyakini bisa menjadi sarana yang membawa keberuntungan. Penampilan baru dari kepala hingga ujung kaki melambangkan optimisme menghadapi masa depan.

Sampai saat ini, untuk merayakan Imlek, sebagian perempuan Tionghoa memilih mengenakan pakaian tradisional seperti qipao atau lebih dikenal dengan sebutan cheongsam. Namun, banyak juga yang memilih baju baru dalam desain lebih kekinian seperti gaun, rok, celana, ataupun kaos.

Apa pun pilihan model baju barunya, nuansa merah selalu tampil dominan. Alasannya, merah adalah pralambang keberuntungan dan pengharapan lebih baik pada masa depan. Sebaliknya, saat Imlek, pantang mengenakan busana bernuansa hitam atau putih karena dianggap menyiratkan nasib buruk.

Feng shui warna

gaya imlek di jakarta

Bagi warga Tionghoa, warna memang tak boleh diperlakukan secara sembarang. Mereka akan menerapkan warna Yin dan Yang dalam proporsi yang benar. Keseimbangan Ying dan Yang akan menciptakan harmonisasi manusia dengan lingkungannya.

Ada beberapa warna yang bisa dipilih sesuai dengan feng shui dan karakter kita. Merah menghadirkan karakter yang kuat akan kemakmuran, keberuntungan, sukacita, kehangatan, perlindungan, dan keberanian. Namun, menurut feng shui, merah tak boleh diterapkan pada kamar tidur, dapur, ruang kerja, dan ruang makan.

Selanjutnya hijau yang kerap dikaitkan dengan kesuburan, harmoni, dan pertumbuhan. Warna ini berkarakter menenangkan dan menebarkan kesegaran. Hijau lebih sesuai jika dipoleskan dalam kamar tidur dan kamar mandi.

Imlek juga lebih meriah dengan pulasan biru. Inilah warna yang menguarkan perasaan damai dan sejuk. Biru juga sering diidentikkan dengan nilai-nilai spiritualitas, mistikus, kontemplasi, dan kesabaran. Dari sisi interior, biru mendukung kesan ruangan yang lapang. Warna ini disarankan dipakai pada kamar tidur dan ruang terapi. Namun, jangan digunakan pada ruang makan, ruang keluarga, dan ruang kerja.

Nuansa kuning juga bisa hadir di beberapa bagian rumah. Kuning merepresentasikan kebijaksanaan, kebahagiaan, dan suasana hati yang menyenangkan. Warna ini diyakini dapat merangsang otak dan membantu fungsi pencernaan. Berdasarkan feng shui, kuning pas bila dipoleskan pada dapur atau menjadi warna pintu masuk rumah.

Cokelat juga bisa muncul dalam momen Imlek. Warna ini melambangkan bobot dan stabilitas. Warna ini bisa diaplikasikan pada ruang kerja.

Nah, selain membeli baju baru, warga yang merayakan Imlek berbagi rezeki dengan kalangan kurang mampu. Bentuknya bisa membagikan sembako, makanan, atau uang. [*]

Baca juga : Sejarah Singkat Tahun Baru Imlek, Hari Pertama Penanggalan Lunar