Tiba-tiba ia melihat Jija si Kijang dari kejauhan. Bada sangat senang menjahili Jija. Ia pun segera menyembunyikan tubuhnya di kubangan lumpur untuk mengelabui Jija. Saat Jija berjalan mendekat, Bada langsung mengguling-gulingkan tubuhnya agar cipratan lumpur itu mengotori tubuh Jija.
“Hahaha,” tawa Bada kegirangan saat tubuh Jija penuh lumpur.
“Aduh, tubuhku,” kata Jija sambil menatap tubuhnya yang kini dipenuhi lumpur. Ia tertunduk sedih. Meskipun begitu, ia tidak berani melawan karena tubuh Bada yang tubuhnya jauh lebih besar darinya. Jija segera pergi untuk membersihkan diri.
Ternyata, Paopao si Burung Paok sedang memerhatikan mereka dari atas dahan. “Kamu tidak boleh begitu Bada. Kamu keterlaluan. Kamu telah membuat Jija bersedih,” tegur Paopao.
“Ah, aku ini kan hanya bercanda saja,” Bada membela diri.
Bada memang sering sekali menjahili Jija. Bagi Bada bercanda dengan Jija seperti itu sangatlah mengasyikkan.
Keesokan harinya hujan turun dengan deras. Bada langsung mencari kubangan lumpur untuk bermain. Ia bermain disana sampai hujan usai. Namun, saat ia hendak keluar dari kolam lumpur itu… “Aduuh!”
Bada terpeleset. Rupanya bibir kolam itu menjadi terlalu lunak untuk dipijak oleh Bada. Ia jadi kesulitan untuk naik. Bada mencoba berkali-kali, namun tetap saja gagal.
“Tolong! Tolong!” teriak Bada mencari bantuan.
Sayangnya tidak ada yang datang. Bada mulai menangis. Beruntung Jija lewat disekitar kubangan mendengar suaranya dan datang menghampiri.
“Jija, tolong aku. Aku terperangkap di sini. Aku tidak bisa naik ke atas karena tepian kubangan ini terlalu lunak untuk kupijak,” rintih Bada sambil menangis.
Tapi Jija justru meninggalkan Bada tanpa berkata apapun. Bada mulai menyesali apa yang telah ia lakukan pada Jija selama ini. Jika saja ia bersikap lebih baik pada Jija, pasti Jija akan segera menolongnya.
Selang beberapa saat, ternyata Jija kembali muncul sambil sibuk menarik akar pohon yang menjalar dan melemparnya ke arah Bada.
“Ini, berpeganganglah pada akar pohon ini,” kata Jija.
Untunglah bantuan dari Jija dapat membantu Bada keluar dari kubangan kolam lumpur itu.
“Terima kasih Jija. Kamu telah menolongku. Maafkan aku karena selama ini selalu menjahilimu,” kata Bada penuh sesal.
Sejak saat itu, Bada tidak pernah lagi menjahili Jija. Kini mereka bermain bersama tanpa harus menyakiti satu sama lain.*
Penulis: Meutia Mirzananda
Pendongeng: Paman Gery (Instagram: @paman_gery)
Ilustrasi: Regina Primalita