“Ayo, Tan, sudah saatnya kita berangkat sekolah,” ucap Odo.
“Aku ragu untuk sekolah. Takut teman-teman akan mengejekku,” jawab Atan.
Atan memang bekantan yang pemalu dan tidak percaya diri. Hanya Odo Kodok teman sejati yang selalu menghibur dan menemaninya. Pernah suatu hari, Atan ditertawakan teman-teman saat makan buah mangrove. Hidungnya yang sangat besar sangat menyulitkannya karena jika ia ingin makan, ia harus mendorong hidungnya, baru dapat memasukkan makanan ke mulutnya.
Odo Kodok dengan setia mendengarkan semua keluh kesah Atan Bekantan.
Aku harus membantu Atan agar tidak minder lagi, tekad Odo dalam hati.
“Atan, sebelum berangkat sekolah, bagaimana kalau kita bermain lebih dahulu,” kata Odo.
“Main apa?” sahut Atan.
“Bagaimana kalau kita main lomba lari dan lomba renang?”
“Ok, siapa, takut?” jawab Atan sambil meletakkan tas sekolahnya.
Setelah aba-aba dimulai, mereka pun berlari saling mendahului. Odo Kodok terlihat gesit berlari dengan cara melompat-lompat. Sementara itu, Atan berlari seperti hewan kera pada umumnya. Saat mereka berdua tiba di sebuah sungai, mereka lalu mulai berlomba renang.
Dengan lincah, Odo Kodok berenang cepat. Namun, tidak disangka-sangka, Atan Bekantan berhasil mendahuluinya. Odo baru ingat bahwa Atan memiliki selaput yang terdapat pada sela-sela jari kakinya. Bahkan, hidung Atan yang besar memiliki semacam katup yang membantu Atan bisa menyelam.
Atan pun keluar sebagai pemenang lomba! Atan merasa senang.
Sebenarnya Odo Kodok hanya ingin menunjukkan ke Atan bahwa sahabatnya itu juga memiliki kelebihan. Hidung Atan yang besar ternyata juga punya banyak manfaat bagi Atan.
“Saatnya kita berangkat sekolah, Atan,” Odo mengingatkan sahabatnya itu.
“Siap,” jawab Atan.
Atan yang merasa senang, karena berhasil menang lomba, lalu bernyanyi-nyanyi riang. Ia menyanyikan lagu “Ampar-Ampar Pisang”.
Tiba-tiba Atan dan Odo berpapasan dengan Bu Rara Burung Rangko.
“Suaramu sangat enak didengar, Nak,” kata Bu Rara. “Bersediakah kamu untuk datang menyanyi di pesta ulang tahun anak ibu, nanti sore?”
“Bersedia, Ibu,” sahut Atan bersemangat.
Atan sungguh tak menyangka, ternyata suaranya saat bernyanyi disukai oleh hewan lain. Padahal, suara merdu dan nyaring itu antara lain bersumber dari hidungnya yang besar, yang selama ini Atan merasa minder.
Kini, Atan sudah tidak minder lagi. Dengan bersemangat, Atan bersama Odo melanjutkan perjalanan menuju sekolah. *
Penulis: Lily Yuliani
Pendongeng: Paman Gery (IG: @paman_gery)
Ilustrasi: Regina Primalita