Kami berbahagia tinggal di kompleks yang masyarakatnya menganut agama Islam yang kuat. Sehingga setiap hari besar Islam selalu dimeriahkan. Di antaranya saat Lebaran tiba.

Dalam penanggalan Hijriah, pergantian tanggal dan hari setelah pukul 6 malam. Berbeda pada penanggalan Romawi berganti baru pukul tengah malam. Maka setelah puasa Ramadhan memasuki hari terakhir, tepatnya setelah buka puasa, malam Lebaran pun tiba.

Malam Lebaran terkenal pula dengan malam takbiran, setidaknya begitulah istilah kami. Sebab pada saat itu disunahkan mengucapkan kalimat takbir. Di daerah kami, malam takbiran adalah saat yang ditunggu-tunggu. Malam itu, kami akan melihat arak-arakan, yang tidak hanya menampilkan anak-anak kecil berkeliling kompleks sambil mengumandangkan kalimat takbir dan menabuh beduk, sebagaimana yang terjadi di daerah lain pada umumnya.

Hal istimewa dari arak-arakan itu karena dipamerkan hasil kreasi dari penduduk setempat, sebagaimana pada karnaval menyambut hari Kemerdekaan. Hanya kali ini lebih bernuansa agamais.

Kampung-kampung di seputar kompleks diminta partisipasi membuat hasil karya. Setiap hasil karya didanai sebesar Rp 350.000,00 oleh masjid tempat kami bernaung. Tentu tidak menutup kemungkinan mereka nombok bila biaya yang dibutuhkan melebihi. Tim kreatif dari setiap kampung tentu berlomba ingin menyumbangkan hasil terbaik untuk memeriahkan malam takbiran. Mereka harus bekerja keras, apalagi waktu yang diberikan hanya dua hari pada tahun ini.

Hasil kreasi itu ada yang berupa masjid, sebagaimana yang dibuat oleh tim kreatif dari kampung tempat saya tinggal. Tim kreatif membuat replika masjid, sebagai lambang pusat peribadatan umat Islam. Bahan utamanya dari styrofoam kemudian di pinggir masjid dihiasi tanaman dan rerumputan dari bahan plastik. Penampilan masjid menjadi hidup setelah diterangi lampu di sana-sini. Maka, untuk menghidupkan lampu, mereka harus menyediakan genset selama arak-arakan berlangsung.

Hasil kreasi dari kampung-kampung lain ada yang berupa boneka Doraemon, boneka seorang bigbos yang sedang memegang tasbih, mungkin sebagai perujudan keinginan penduduk agar orang kaya senantiasa bertasbih dan ingat kepada Tuhan, sehingga tidak melakukan tindakan asusila, seperti mengorupsi uang rakyat. Ada juga boneka warak, binatang yang menjadi ikon kota Semarang dan selalu dimeriahkan menjelang puasa Ramadhan. Lalu bangunan bulan sabit dengan Al Asmaa-Ul Khusna di dalamnya, dan tentu semua boneka dan bangunan itu dalam ukuran besar.

Hasil kreasi itu diarak dari kampung masing-masing menuju alun-alun masjid dengan iringan gema takbir dan kembang manggar. Kami pun berkumpul menunggu hasil kreasi yang beraneka ragam. Zaman yang semakin maju tidak kami sia-siakan. Berbagai Android dengan beragam harga dari yang mahal hingga terjangkau, membuat kami banyak pula yang memiliki. Jadi kami tidak hanya menonton, tetapi juga selfie-selfie di depan hasil kreasi sebelum mereka diarak keliling kompleks.

Tidak hanya anak-anak, remaja, orang dewasa, dan orang tua berkumpul untuk menyaksikan arak-arakan. Bahkan, banyak penduduk dari luar kompleks yang hadir dan ikut memeriahkan.

Sebelum keliling kompleks, terlebih dahulu diawali sambutan dari takmir masjid. Setelah itu letusan petasan terdengar beberapa kali. Barulah arak-arakan mulai berjalan. Mereka berjalan seputar kompleks. Sedangkan bagi penduduk yang enggan datang ke alon-alon masjid, cukup menunggu di depan kampung atau di pinggir-pinggir jalan hingga arak-arakan lewat.

Sambil melantunkan takbir, tabuhan beduk, kami berjalan mengarak hasil kreasi. Gema takbir pun terdengar di mana-mana. Tidak hanya kami yang mengikuti arak-arakan, yang berdiri di depan kampung dan pinggir-pinggir jalan juga ikut bertakbir. Kami berjalan mengelilingi kompleks dengan penuh sukacita. Apalagi bagi anak-anak setelah berkeliling mendapatkan snack dan air mineral.

Ada sesuatu yang hilang dalam hati, saat tanpa kami sadari, langkah kaki menapaki kembali alun-alun masjid. Itu berarti kami harus menunggu satu tahun ke depan untuk kembali menikmati arak-arakan dengan hasil kreasi. [Iis Soekandar]