Rata-rata, 60–70 persen tubuh manusia terdiri atas air. Tubuh kehilangan air lewat urine, keringat, dan napas. Jadi kita mesti terus-menerus mengganti cairan yang hilang ini dengan minum dan makan (sekitar sepertiga air yang kita konsumsi berasal dari makanan). Jika asupan air kurang, tubuh akan dehidrasi.
Fase pertama dehidrasi terjadi ketika kita merasa kehausan, yang menandakan sekitar 2 persen berat tubuh hilang karena kekurangan air. Rasa haus adalah sinyal agar kita minum dan kelembaban tubuh kembali.
Baca juga :
Ketika tubuh kekurangan air, ginjal mengirim lebih sedikit air ke kandung kemih, menyebabkannya berwarna lebih gelap. Keringat pun lebih sedikit dikeluarkan, yang menyebabkan temperatur tubuh naik. Darah juga mengental. Untuk menjaga level oksigen, jantung mempercepat denyutnya.
Fase kedua adalah ketika kita kehilangan 4 persen cairan tubuh. Respons tubuh mirip dengan waktu kita mengalami dehidrasi ringan, tetapi semua organ bekerja lebih keras.
Pada fase ini, darah mulai mengental. Sistem kardiovaskular harus bekerja lebih keras untuk menjaga tekanan darah. Ginjal mencoba mengimbanginya dengan mencegah air keluar lebih banyak lewat urinasi. Namun, jika tubuh tak juga mendapatkan asupan air, tekanan darah bisa menurun tiba-tiba, bahkan membuat kita pingsan.
Pada fase ketiga, saat 7 persen berat tubuh berkurang, organ mulai mengalami kerusakan. Tubuh kesulitan untuk menjaga tekanan darah. Untuk bertahan, sistem organ kita memperlambat aliran darah ke organ-organ nonvital, seperti ginjal dan usus. Ini menyebabkan kerusakan organ.
Itu dampak-dampak sistemik pada tubuh yang terjadi ketika kita dehidrasi. Tentu, di luar itu, ada banyak efek lain yang mungkin kita anggap kecil, seperti timbulnya jerawat, kantong mata, atau kulit yang mudah terbakar. Jangan sepelekan, ya!
Dalam jangka panjang, dampak kurangnya asupan air yang mulanya terasa ringan-ringan saja dapat berakibat fatal. Jadi, sudahkah kamu minum 2 liter air hari ini?