Pengertian cabin fever
Apa itu cabin fever? Cabin fever adalah serangkaian emosi negatif dan sensasi stres yang mungkin dihadapi seseorang ketika mereka merasa terisolasi dari dunia luar. Ketidakbetahan berdiam di rumah terus-menerus karena hujan pada akhir pekan atau tidak bisa ke mana-mana hujan salju pada musim dingin pada negara empat musim kerap dikaitkan dengan istilah ini.
Sekarang, kondisi isolasi ini kita alami bersama-sama dan masif karena adanya pembatasan sosial lantaran pandemi Covid-19. Tidak bisa dimungkiri, melakukan segala aktivitas dari rumah adalah the new normal atau normal baru yang kini sedang kita jalani.
Gejala emosional yang muncul akibat cabin fever
Namun, perasaan terkurung dan bosan karena cabin fever dapat menimbulkan sejumlah gejala emosional. Gejala ini misalnya perasaan kelelahan, menurunnya motivasi, menjadi emosional, sulit berkonsentrasi, pola tidur tidak teratur, kesulitan untuk bangun tidur, kelesuan, atau merasa sedih terus-menerus. Pada setiap orang, gejala yang dialami bisa sangat bervariasi.
Personalitas dan temperamen kita akan menentukan bagaimana cara kita menghadapi cabin fever. Sebagian orang dapat mengatasi perasaan ini dengan lebih mudah, sementara pada yang lain gejala ini bisa menimbulkan kesulitan besar dalam menjalani hari demi hari.
Mengurangi dampak cabin fever
Apabila Anda termasuk yang merasa kepayahan mentas dari gejala cabin fever, beberapa ide ini bisa dicoba.
1. Tetap merawat kehidupan sosial
Kita memang sedang tidak bisa nonton film di bioskop atau nongkrong bareng teman. Tapi, kita tetap bisa “bertemu” dengan mereka dengan cara berbeda. Tentu saja, manfaatkan teknologi dengan panggilan video, saling sapa di jejaring sosial, atau bahkan bikin gerakan penggalangan dana bersama-sama.
Tetap terhubung dengan orang lain yang juga menghadapi situasi yang sama akan membantu kita merasa bahwa kita tidak sendirian. Berbagilah apa yang Anda rasakan atau butuhkan jika Anda merasa perlu melakukannya.
2. Eksplorasi sisi kreatif
Ini saatnya kembali mengulik hobi; yang jadi salah satu keuntungan karena kita jadi lebih punya banyak waktu di rumah sebenarnya. Tanya pada diri sendiri, hal apa yang suka Anda lakoni? Yang ketika kita melakukannya, kita merasa senang. Bisa memasak, berkebun, bermain musik, menulis, melukis, menyanyi, menari, membuat swakriya, menonton film, baca buku, dan sebagainya. Lakukan lebih sering. Kali ini, mungkin kita tak lagi bisa beralasan tidak ada waktu.
3. Jangan lupa “me time”
Berdiam di rumah saja sama-sama jadi tantangan untuk yang tinggal sendirian atau bersama orang lain. Bagi yang tinggal sendirian, perasaan terisolasi bisa semakin intens. Sementara itu, yang berbagi atap dengan orang lain, bisa jadi malah merasa kurang punya waktu bagi dirinya sendiri.
Orangtua punya tanggung jawab ke anak, begitu juga pasangan dengan pasangannya. Namun, ini bukan berarti Anda tak boleh atau tidak bisa punya waktu untuk diri sendiri. Ambillah “jarak” dari orang lain untuk merasa lebih relaks. Temukan tempat atau waktu untuk menonton film yang Anda suka, baca buku, main gim, atau mendengarkan podcast yang menarik.
4. Berolahraga
Riset menunjukkan, orang yang tidak berolahraga secara teratur relatif lebih rentan terhadap kecemasan. Ini karena olahraga menurunkan hormon stres tubuh, seperti kortisol. Pada saat yang sama, olahraga juga membuat otak melepaskan endorfin, senyawa yang dapat meningkatkan suasana hati. Mulai sekarang, rutinlah berolahraga. Ada banyak olahraga yang bisa dilakukan di ruang terbatas seperti rumah atau kamar indekos.
5. Ciptakan rutinitas
Jangan sampai Anda bangun pagi dan tak tahu apa yang mau Anda lakukan hari itu. Ini membuat Anda lebih rentan merasa terdemotivasi. Buatlah rutinitas.
Misalnya, peregangan kecil pada pagi hari, sarapan, bekerja, menyiapkan makan siang, bekerja, melakukan hobi, makan malam, lalu menikmati aktivitas yang Anda suka, seperti menonton film.
Tentukan juga “tujuan kecil” setiap harinya, baik yang berkaitan dengan pekerjaan maupun kehidupan personal Anda. Misalnya, hari ini akan menyortir pakaian yang tidak lagi terpakai, memindahkan tanaman hias ke pot yang lebih besar, atau memasak dan mengirimkan makanan untuk kerabat.
Isolasi diri memang bukan sesuatu yang natural bagi kita, makhluk sosial. Kadang, saran-saran seperti menghubungi teman atau berolahraga bisa membantu. Namun, ada kalanya cara-cara itu juga kurang berhasil.
Apabila sudah mencoba beragam cara dan gejala cabin fever tetap memburuk, pertimbangkan untuk menghubungi terapis, psikolog, atau dokter jiwa untuk bantuan lebih lanjut. Dengan bantuan profesional, Anda bisa lebih dapat mengidentifikasi cara tepat mengatasi kecemasan karena cabin fever.