Bahan bakar minyak (BBM) berjenis pertalite menjadi salah satu perbincangan hangat di dunia otomotif. Penjualan bahan bakar dengan Research Octane Number (RON) 90 ini mencatat perkembangan positif, yakni mencapai 12 persen terhadap penjualan produk BBM oleh Pertamina.
Nilai oktan yang tinggi dibandingkan bahan bakar berjenis premium, disebut-sebut sebagai salah satu pendorong para pengguna kendaraan bermotor beralih dari premium ke pertalite. Dengan oktan tinggi (sesuai dengan anjuran pabrik), kendaraan akan mencapai performa maksimal.
Dengan harga Rp 8.400 per liter (lebih mahal Rp 1.000 dibandingkan premium), bahan bakar ini menjadi alternatif menarik bagi pemilik sepeda motor maupun mobl. Meski demikian, bahan bakar yang masih dalam proses uji pasar ini baru tersedia di beberapa SPBU yang tersebar di Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya.
Performa
Terlepas dari hal tersebut, RON 90 disebut-sebut lebih baik jika dibandingkan premium yang memiliki RON 88. Hal ini sesuai dengan pengujian yang dilakukan di Laboratorium Motor Bakar dan Sistem Propulsi Institut Teknologi Bandung, beberapa waktu lalu.
Pada pengujian tersebut, akselerasi mesin MPV bertransmisi otomatis digunakan sebagai bahan percobaan, yakni dengan mengonsumsi premium dan pertalite. Akselerasi mesin yang menggunakan pertalite lebih cepat dibandingkan premium.
Penelitian lainnya adalah pengujian kerak karbon, konsumsi bahan bakar, emisi, dan kebisingan. Saat diuji coba pada mesin Mercedes-Benz M111, pertalite menghasilkan endapan karbon pada injektor 30 persen lebih bersih dibandingkan menggunakan premium. Begitu pula pada intake valve, lebih bersih 50 persen dibandingkan ketika mesin tersebut menenggak premium.
Bagaimana dengan konsumsi bahan bakar? Dengan menggunakan sebuah metode pengetesan, salah satu sekolah tinggi ternama tersebut mencatat pertalite lebih irit 10–16 persen dibandingkan premium. Angka tersebut didapat melalui pengetesan sebuah MPV Toyota. Dengan premium, mobil tersebut mengonsumsi bahan bakar 13,7 kilometer per liter. Sedangkan saat menggunakan pertalite, kendaraan serbaguna tersebut, per liternya dapat menempuh jarak 14,9 kilometer.
Selain memenuhi standar minimum EURO2, pertalite disebut-sebut dapat dipakai sebagai bahan bakar kendaraan dengan standar emisi EURO3.
Ramah lingkungan
Menggunakan bahan bakar yang tepat, selain meningkatkan performa kendaraan, juga dapat menjaga lingkungan tetap bersih. Upaya pemerintah menghadirkan bahan bakar pertalite juga harus diiringi dengan gaya berkendara yang baik pula, di antaranya dengan memanfaatkan fitur eco driving.
Saat fitur Eco aktif, sistem yang telah terintegrasi di dalam kendaraan akan mengatur sejumlah parameter yang berkaitan dengan penggunaan bahan bakar sehingga dapat lebih efisien. Dengan hemat bahan bakar, otomatis jarak tempuh akan semakin jauh. Efek dominonya, lingkungan, dalam hal ini udara, dapat lebih bersih.
Fitur lainnya adalah Auto Start/Stop. Fitur ini sudah menjadi standar pada mobil jenis tertentu. Dengan fitur ini, bahan bakar akan lebih hemat karena mesin akan mati dengan sendirinya jika mobil berhenti beberapa saat. Selain hemat bahan bakar, dengan fitur tersebut, emisi relatif dapat berkurang.
Langkah sederhana yang juga dapat menjadikan kendaraan berada pada performa maksimal adalah dengan melakukan servis rutin. Dengan servis berkala, kerak yang bertengger di dalam mesin dapat sirna. Jika ruang bakar bersih, proses pembakaran di dapur pacu akan berjalan sempurna. Pembakaran sepurna inilah yang menghasilkan tenaga besar yang dibutuhkan untuk menggerakkan sejumlah komponen mekanik.
Memperhatikan gaya berkendara merupakan langkah bijak yang juga memberikan andil besar terhadap performa maupun nilai ekonomis. Hindari berkendara dengan menginjak pedal gas secara agresif karena dapat memicu tingginya intensitas putaran mesin. Usahakan agar putaran mesin tetap konstan, yakni antara 2.000 hingga 3.000 rpm. Putaran mesin yang konstan akan membuat mesin lebih hemat dibandingkan putaran yang tidak stabil. [BYU]
noted: antara bahan bakar otomotif dan lingkungan